Pokok – pokok Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah
Ada 4 point yang akan dibahas dari topik materi kajian di atas, yaitu:
- Apa itu Ahlus Sunnah?
- Mengapa harus Ahlus Sunnah?
- Apa yang dimaksud Aqidah?
- Bagaimana pokok-pokok Aqidah Ahlus Sunnah?
Ahlus Sunnah wal Jamaah: “Orang-orang yang berpegang teguh kepada Al Quran & Sunnah Nabi melalui pemahaman para ahlinya atau para ulama. Karena semua Muslim mengaku berpegang teguh kepada Quran & Sunnah, tetapi pemahaman mereka berbeda. Ada yang menafsirkan secara akal, padahal bahasa Arab tidak menguasai, tidak ada ilmu untuk menafsirkan, tidak punya dasar yang kuat, maka hasilnya adalah Al Quran dan As Sunnah tersebut coba dipahami dengan akal yang kosong, akibatnya keluar pemahaman yang aneh.
Ada juga orang yang mencoba memahaminya karena latar belakang yang mereka miliki, seperti latar belakang pendidikan, filsafat, politik, dsb utk memahami Quran & Sunnah. Maka terjadi kekeliruan & bahaya, yang bisa berakibat, agama Islam ini diyakini sebagai produk akal manusia. Padahal agama itu adalah wahyu dari Allah. Lihatlah para sahabat, mereka ahli bahasa Arab, punya hati terbaik dari manusia manapun.
Hati mereka terbaik, setelah hati para Nabi, seperti riwayat dari Abdullah bin Masoud: bahwa Allah sudah bisa melihat kepada hati hamba-hambanya dari awal sampai akhir nanti, maka Allah menemukan hati Nabi Muhammad adalah hati yang paling baik dari hati semua manusia. Allah memilih Nabi untuk diri-Nya & mengutus untuk menyampaikan risalah-Nya. Alasan Allah memilih Nabi karena memiliki hati yang terbaik menurut penelahaan Allah. Kemudian Allah melihat hati manusia lain, dan melihat bahwa hati para Sahabat adalah hati sebaik-baiknya manusia, sehingga Allah menjadikan mereka Sahabat Nabi. Kita tentu pernah menginginkan pada saat membaca sejarah Nabi, seandainya bisa hidup dan tentu kita ingin menjadi yang paling dekat dengan Nabi. Namun Allah menentukan bahwa hati kita tidak layak dihidupkan saat dan di tempat itu. Maka Allah memilih para Sahabat nabi dihidupkan utk mendampingi beliau, karena hati mereka sebaik-baik hati dibanding manusia yg lain. Seandainya kita hidup, maka bisa jadi kita tidak mengikuti ajaran Nabi, karena iman yang kita miliki masih lemah.
Sahabat juga mempunyai guru yang hebat, yaitu Nabi dan kecerdasan mereka sudah diakui oleh para ahli sejarah. Jadi tidak ada kurangnya para sahabat, tapi dengan semua kelebihan itu, di saat mereka mencoba memahami ayat atau hadits dengan akal mereka, maka mereka masih salah dalam memahaminya. Contoh dalam Al Quran Surah Al An’am ayat 82: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman dengan dzolim, mereka akan mendapat balasan, mendapat keamanan (dari murka Allah SWT) dan hidayah. Para sahabat ketika memahami ayat ini, berpikir bahwa mereka tidak akan mendapat balasan seperti yang dijanjikan oleh Allah. Oleh karena itu kemudian mereka mendatangi Rasulullah dan bertanya mengenai pemahaman ayat ini.
Maka sabda Nabi, bahwa pemahaman mencampurkandukkan iman dengan dzolim bukanlah seperti yang dipahami oleh para Sahabat. Kemudian beliau menjelaskan seperti dalam Al Quran dijelaskan mengenai kisah Lukman Al Hakim, yang berkata kepada anaknya, bahwa jangan berbuat Syirik kepada Allah, karena itu kedholiman yang sangat besar. Dan pengertian dholim disini sama dengan yang disebutkan pada Surah Al An’am di atas, yaitu tidak mencampuradukkan Iman dengan kesyirikan. Dzolim disini bukanlah dholim dalam pengertian berbuat dosa-dosa lain selain syirik. Ini adalah contoh salah satu kesalahan para Sahabat dalam memahami Quran namun karena mereka hidup di masa Nabi hidup, kesalahan tersebut lansung dikoreksi oleh Nabi Muhammad.
Contoh yang lain mengenai kesalahan sahabat dalam memahami Quran adalah ketika Aisyah, mendengar dalam Al Quran bahwa, “Orang-orang beriman dan ahli surga adalah orang-orang yang sudah melakukan amal sholeh tapi hatinya masih tetap takut”. Maka Aisyah memahaminya, bahwa apakah ini artinya hati mereka masih takut karena mungkin dikarenakan mereka masih berbuat dosa, apakah arti dari surah itu bahwa mereka itu ahli ibadah namun masih mencuri, berbuat zina & meminum khamr. Namun dijelaskan Nabi, adalah maksud dari ayat tersebut, bahwa mereka melakukan amal ibadah, tapi takut ibadah yang dilakukan ditolak dan tidak diterima Allah SWT. Inilah contoh lain dari pemahaman yang salah namun langsung dikoreksi oleh Nabi.
Dari contoh-contoh mengenai kesalahan pemahaman dalam menafsirkan ayat Al Quran di atas, menunjukan bahwa Agama Islam ini bukan merupakan produk dari otak atau hasil pemikiran manusia, akan tetapi adalah merupakan Wahyu Allah. Maka dapat kita bayangkankan, apabila orang seperti kita, mencoba memahami suatu ayat, yang tidak memiliki ilmu, maka tentu terjerumus lebih banyak, oleh karena itu pemahaman Al Quran dan As Sunnah harus dilakukan oleh ahli-ahlinya dan bukan dengan memakai alat-alat atau teori-teori lainnya.
Bagi orang atau kita yang pernah belajar ilmu Tauhid, ilmu Kalam atau teologi Islam (yang kesemuanya ini memiliki pengertian yang sama), salah satu materi yang dibahas adalah mengenai aliran-aliran yang banyak berkembang di agama Islam. Seperti contohnya Muktazilah, Syiah, Qodariyah, dan masih banyak aliran pemikiran lainnya. Juga biasanya dibahas mengenai apa yang dimaksud dengan aliran Ahlus Sunnah. Di dalam kitab-kitab yang dijadikan rujukan di bahasan mengenai Tauhin tersebut, yang disebut sebagai Ahlus Sunnah Wal Jamaah, adalah mereka yang menganut ajaran Aqidah dengan rujukan dari As Sairah & Ma’tudiriyah, memiliki pemahaman mengenai Fiqh : yaitu berpegang 4 Madhzab, dan terutama Madzhab Syafii, serta ajaran Sufi, dengan pemahaman dari Al Ghazali & Al Junaidi, inilah yang menurut mereka dikatakan golongan Ahlus Sunnah. Maka kebanyakan orang di Indonesia atau Asia Tenggara, rata-rata mendefinisikan Ahlus Sunnah seperti di atas. Inilah yang diajarkan ke pesantren-pesantren, juga di lingkungan di luar kampus oleh para lulusan tersebut dan sampai kepada masyarakat umum.
Ada satu kasus, seorang pelajar yang menanyakan kepada gurunya mengenai pengertian Ahlus Sunnah wal Jamaah di atas. Apakah dengan pengertian di atas, maka berarti Ahlus Sunnah belum ada di jaman Nabi dan Sahabat ketika beliau masih hidup. Sebab tokoh-tokoh yang disebutkan di atas belum ada di jaman Nabi, juga tokoh-tokoh tadi hidup di jaman yang berbeda. Tapi sebelum ada mereka, bukankah sudah ada Ahlus Sunnah? Maka pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab. Oleh karena itu membatasi pemahaman mengenai Ahlus Sunnah dengan orang/tokoh atau waktu/jaman, maka akan mudah dimentahkan oleh argumentasi tersebut.
Kemudian kita bertanya maka seharusnya dari mana kita bisa mengambil definisi mengenai Ahlus Sunnah wal Jamaah. Banyak diterangkan dari nash-nash Quran dan Hadits yg shohih. Salah satunya adalah ketika Nabi bersabda, yang dikenal sebagai Hadits Iftiroqul Ummah, yaitu “Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, semua akan masuk neraka, kecuali satu, yaitu Al Jamaah”. Apa yang dimaksud golongan Al Jamaah, Nabi tidak menyebutkan cirri-cirinya. Kemudian para sahabat bertanya apa Al Jamaah itu, maka dijawab, yaitu apa-apa yang Nabi dan sahabatnya berdiri di atasnya sampai akhir jaman. Berdiri disini maksudnya adalah menjada pemahaman, pemikiran yang diaplikasikan oleh Nabi & sahabat pada saat beliau masih hidup.
Imam as Shahrustani mencoba membagi ke-72 golongan, dan lahirlah suatu kitab yang menjelaskan bahwa ada 72 golongan yang keliru dari segi Aqidah, tapi kekeliruan itu tidak mengeluarkan mereka dari Islam. Sebab Nabi mengatakan mereka ini masih masuk dalam umatnya. Jadi mereka tetap akan masuk neraka, dikarenakan dosa mereka, tetapi masih Muslim yang berdosa besar. Mereka tidak kekal di neraka, karena tidak keluar dari ajaran Islam.
Golongan yang selamat itu, adalah karena mereka berpegang teguh kepada Ahlu Sunnah, yaitu mengikuti Nabi & para sahabat didalam memahami Islam, tidak di dalam urusan duniawi, kecuali urgensinya penting dalam urusan agama. Contoh dari urusan duniawi namun disebutkan dalam As Sunnah, adalah sabda Nabi, yang ada dalam kitab Shahih Bukhari, Ibnu Hajar, Bulughul Marah dan masuk dalam bab bersuci, yaitu “ Bila ada lalat jatuh di minuman kita, maka celupkanlah lagi lalat itu, lalu buanglah. Karena di salah satu sayap ada penyakit, sedangkan pada sayap yang lain ada obat atau penawar”. Nabi mengetahui hal itu bukan melalui penelitian, namun karena mendapat wahyu dari Allah. Kita tidak boleh mengatakan Nabi mengetahuinya tanpa dasar. Seperti diterangkan pada Quran Surah AL Najm ayat 2 dan 3: “Nabi itu tidak pernah berbicara dengan hawa nafsu, semua adalah wahyu dari Allah. Semua yang dikatakan sebagai wahyu Allah, maka wajib dipercayai. Kemudian ketika ilmu pengetahun sudah lebih maju, Hadits ini kemudian terbukti benar.
Dari pembahasan di atas maka wajib bagi kita mengikuti apa yang dikatakan Nabi, karena siapa saja yang mengikuti Nabi & shabat, dijamin oleh Allah akan mendapatkan balasan yang baik, hal ini berdasarkan Quran Surah Al Taubah ayat 100: “Dan orang-orang yg mula-mula masuk Islam dari kalangan Muhajirin & Anshar (Shabiqul Awalun), dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebaikan, yaitu dalam hal memahami Quran dan Sunnah, juga mengamalkan dan mendakwahkan, bukan urusan dunia, maka Allah ridha kepada mereka juga mereka ridha kepada Allah. Maka dijanjikan surga yang banyak mengalir sungai dibawahnya.
Ayat ini memberikan jaminan dari Allah, kepada sahabat Nabi dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam Sunnah, maka Allah akan Ridho dan akan dibalas dengan surga. Ini berarti pemahaman para Sahabat itu benar juga orang-orang yang mengikuti mereka juga benar, karena sudah dijamin Allah. Oleh karena itu harus mengikuti mereka karena mereka adalah yang terbaik.
Kemudian pada Hadits Nabi yang lain, seperti yang diriwayatkan oleh Irbat : “ Suatu saat Nabi memberikan wejangan kepada para Sahabat, yang membuat sahabat menangis, lalu seorang sahabat mengatakan kepada Nabi, bahwa seolah-olah ini wejangan Nabi yang terakhir. Maka Nabi berwasiat untuk selalu taat kepada Allah dan juga kepada pemimpin, sekalipun pemimpin itu dari orang bangsa Habsy. Lalu Nabi bersabda, barangsiapa yang hidup dan mempunyai umur yang panjang sepeninggal Nabi, maka Nabi katakan orang itu maka melihat banyak perselisihan/Ikhtilaf”. Dan ini terbukti di jaman sekarang ini, dan nasehat beliau, maka wajib mengikuti Sunnah Nabi dan Sunnah para sahabat, Khulafaur Rasyidin.
Pada Hadits di atas Nabi memerintahkan utk mengikuti dua Sunnah (Sunnah Nabi dan Sunnah Sahabat), pertanyaannya apakah Sunnah Sahabat tersebut berbeda dengan Sunnah Nabi, maka bila berbeda itu berarti Bidah. Tapi tidaklah demikian, Sunnah Nabi & Sahabat adalah sama. Sabda Nabi kemudian, peganglah Sunnah yang satu itu, karena walaupun disebut dua Sunnah, akan tetapi pengertiaannya sama, karena Sunnah Sahabat sama dengan Sunnah nabi, tidak mengada-ada. Lalu mengapa keduanya disebut, dan tidak disebut satu saja? Para ulama menyatakan hal itu memberikan isyarat, bahwa untuk dapat memahami Sunnah Nabi secara benar, maka harus mengikuti pemahaman para sahabat. Sebab banyak orang yang mengatakan berpegang teguh kepada Quran dan Sunnah, tetapi menolak ucapan Sahabat, hanya karena dianggap berbeda dengan pemikiran mereka, dalam memahami Quran & Sunnah. Sehingga ucapan Nabi, al Jamaah adalah konsep hidup Nabi & Sahabat pada saat itu, sesuai dengan pemahaman Quran & Sunnah, yang diajarkan Nabi, kemudian dijelaskan sahabat, lalu diteruskan ke para ulama, oleh para ulama ditulis ke dalam kitab dan sampailah kepada kita.
Ada keuntungan dan resiko bagi orang yang mengikuti Ahlus Sunnah wal Jamaah, atau Tarwib dan Tarhib, yaitu artinya kabar baik dan kabar buruk. Diantara kabar baik yaitu dicintai Allah dan dari kecintaan Allah ini akan mempunya banyak keuntungannya serta diberikan ampunan oleh Allah. Seperti di dalam Al Quran Surah Ali Imran ayat 31: “Katakan olehmu Muhammad, apabila kalian mencintai Allah, maka ikuti Sunnah Nabi, (dalam memahami Quran dan Sunnah), akibatnya Allah akan mencintai dan mengampuni dosa-dosa kamu”. Dalam ayat ini memberikan jawaban dari syarat. Jika Syaratnya terpenuhi maka jawabnya akan diberikan Allah ampunan atau Maghfirah. Bahwa dengan melaksanakan satu amalan (yaitu mengikuti Sunnah Nabi), maka akan memperoleh dua balasan dari Allah. Dan dari dua keuntungan ini akan bercabang menjadi puluhan keuntungan lainnya.
Maghfirah atau ampunan, itu luas pengertiannya. Para ulama mengatakan itu asal kata dari Bigfarah, yaitu seperti topeng dari besi, yang biasa digunakan di medan perang utk melindungi wajah, dan bagian yang terbuka hanya mata, hidung & mulut. Fungsi dari topeng ini untuk menutupi kepala dari senjata-senjata musuh dan yang kedua berfungsi untuk melindungi. Maghfirah memiliki fungsi yang sama, yaitu berfungsi untuk menutupi dosa-dosa yang dilakukan dari pandangan manusia, karena ditutup oleh Allah SWT, tidak dibongkar di dunia, dan juga akan dihapuskan di akhirat. Hal-hal yang akan dihapus ada tiga, yaitu catatan dosa, azab, dampak buruk dari dosa, seperti malas, berbuat maksiat. Oleh karena itu org yang berdosa dan ditutupi dosanya di dunia tetapi di akhirat mendapat azab, maka dikatakan tidak mendapat maghfirah. Sebaliknya bila dosa tersebut di bongkar di dunia, tetapi diampuni di akhirat, juga dapat dikatakan tidak mendapat maghfirah. Maka seseorang dikatakan mendapatkan Maghfirah bila kedua hal tersebut diperolehnya.
Sebetulnya banyak orang yang berbuat dosa, tapi org lain tidak mengetahuinya, seolah-olah dia orang yang bebas dari dosa, dan mengakibatkan sering memperoleh pujian dari orang lain. Apabila kita mendapat pujian dari orang lain, karena mereka memandang kita sebagai orang yang sholeh, maka Nabi mengajarkan doa ketika dipuji, yang artinya adalah: “ya Alah janganlah azab aku karena pujian mereka, ampuni aku dari dosa-dosa yang tidak mereka ketahui, dan jadikan aku lebih baik dari dugaan mereka”. Oleh karenanya seseorang yang berbuat dosa namun baru pertamakali, maka dosa tersebut akan ditutup Allah. Seperti suatu kisah, suatu saat Umar bin Khatab, amirul mukminin, menangkap seorang pencuri dan kemudian Umar bertanya, sudah berapa kali orang tersebut mencuri, dan ketika dijawab bahwa ini adalah yang pertama kali, lantas Umar tidak mempercayainya. Setelah beberapa kali ditanya, pencuri ini mengaku bahwa dia telah mencuri sebanyak 20 kali. Para Sahabat bertanya kepada Umar, mengapa tidak langsung mempercayainya, Umar mengatakan karena Allah itu akan menutup dosa bila itu baru dilakukan untuk yang pertama kali, dengan harapan agar orang tersebut bertaubat, namun bila dosa tersebut sudah dilakukan beberapa kali, Allah akan mengungkapnya. Sehingga jelaslah bahwa Maghfirah itu meliputi perlindungan dan ampunan Allah di dunia dan akhirat. Dan hal ini menjelaskan berita gembira bagi Ahlus Sunnah wal Jamaah, yang akan mendapatkan Maghfirah dari Allah karena mengikuti ajaran Nabi dan Sahabat.
Sedangkan berita buruk bagi Ahlus Sunnah, atau kesulitan, Masyaqah atau penderitaan, sebagai akibat seseorg berpegang teguh kepada Quran dan Sunnah adalah orang tersebut dianggap aneh, asing, nyeleneh, oleh orang-orang yang tidak paham mengenai Sunnah Nabi. Nabi bersabda,” Sesungguhnya Islam itu awalnya dianggap ajaran yang asing dan nanti juga akan dianggap asing”. Maka bagi orang-orang yang memegang teguh ajaran Islam maka akan diasingkan. Orang-orang yang asing itu karena menghidupkan Sunnah-sunnah yang sudah dimatikan dan juga bagi orang-orang yang memperbaiki sunnah sudah dirusak. Maka pasti akan dianggap aneh contohnya bagi orang-orang yang memelihara jenggot, memakai celana yg sebatas mata kaki, bagi wanita yang berjilbab dan bercadar, disertai juga dengan julukan-julukan yang buruk. Hadist-hadits tadi menyebutkan bahwa orang-orang yang berpegang teguh kepada Quran & Sunnah, juga akan diberikan gelar-gelas yang buruk, yang bersifat Tanfir, yang membuat manusia takut dari orang-orang seperti itu. Bahkan juga dibenci, iri, dengki, dan bukan karena keburukan akhlak mereka, akan tetapi karena memegang Sunnah. Padahal di da lam kehidupan sosial, orang-orang yang berpegang teguh kepada Quran dan Sunnah memiliki perilaku yang baik, santun dan berjiwa sosial. Maka ulamapun mengatakan, bahwa ahli bidah membenci ahlus sunnah, tidak karena akhlaqnya, akan tetapi karena apa yang mereka pegang dan yakini.
Sebagai contoh adalah Nabi, kita mengetahui dulu Nabi diberikan banyak pujian, gelar-gelar yang baik oleh kaum kafir Quraisy, dan ini terjadi sebelum beliau mengajarkan Islam. Mereka memberikan pujian kepada Nabi dari segala segi, akan tetapi setelah Nabi mulai mendakwahkan Islam, beliau disebut tukang sihir, dukun, pendusta, memecah belah persatuan, bukan karena Akhlaq beliau, akan tetapi karena kebenaran yang beliau dakwahkan. Hal ini terjadi juga juga bagi orang-orang yang mengikuti ajaran beliau.
Pembahasan selanjutnya adalah apa yang dimaksud dengan Aqidah, dan apa saja cakupan mengenai Aqidah.Aqidah berasal kata dari Al Aqad, atau di dalam bahasa Indonesia dikatakan akad, artinya adalah ikatan, dengan ikatan yang kuat, seperti akad nikah, akad jual beli. Sedangkan secara istilah Aqidah adalah iman yang kuat, mantap, yang tidak bisa ditembus keragu-raguan bagi pemilik Aqidah tersebut. Aqidah Islamiyah maksudnya keimanan yang mantap kepada Allah, dan tauhid yang wajib, serta iman kepada malaikat, nabi, kitab, ketentuan, dan hukum-hukum-Nya. Contoh dari hukum-hukum tersebtu seperti wajibnya sholat, haji, rukun islam, rukun iman, haramnya berdusta, haramnya mencuri dan masih banyak lagi. Siapa yang mengingkari itu berarti menyimpang secara Aqidah. Misalnya orang yang melakukan Sholat, tapi tidak meyakini bahwa Sholat itu wajib, mungkin dikarenakan alasan tertentu, maka dikatakan orang itu telah kafir. Contoh lain orang yang mengingkari bahwa judi dan zina itu haram, dan menganggap itu boleh-boleh saja, maka dapat dikatakan telah kafir, karena menyimpang dari Aqidah. Masih lebih baik, orang yang berbuat dosa dan maksiat, namun masih melakukannya karena tidak dapat mengontrol hawa nafsunya, tapi masih merasa berdosa, maka masih berhak dikatakan Muslim, tapi tetap berdosa besar.
Bagaimana Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah itu?. Yang pertama aspek Tauhid, hak Allah. Ahlus Sunnah meyakini keesaan Allah SWT di tiga aspek yaitu, Rububiyah, Uluhiyah dan Asma wa Sifat. Makna Rububiyah, yaitu diyakini bahwa Allah satunya Robb, yang mencipta, yang mengatur semua urusan, memberi rizki, penguasa alam semesta, maka orang itu meyakini secara Rububiyah. Keyakinan ini termasuk juga orang kafir yang meyakini aspek ini. Mereka tidak menganggap patung itu dapat menciptakan alam semesta. Bahkan Firaun yang mengatakan akulah tuhan yang paling tinggi, bukan berarti Firaun yang menciptakan jagad raya. Dan Allah menyatakan dalam Al Quran, bahwa Firaun itu menentang dakwah Nabi Musa, tapi sebetulnya di dalam hati mereka mengakui kebenaran ajaran Nabi Musa, namun karena ketakaburan merekalah, yang menyebabkan mereka menolak ajaran Nabi Musa. Oleh karena itu org yang mengakui Tauhid Rububiyah belum tentu dikatakan sebagai Islam.
Sedangkan Tauhid Uluhiyah, maknanya Allah itu satu-satunya sesembahan yang patut disembah. Aspek ini yang tidak dilakukan Firaun dan orang kafir, mereka menyembah yang lain. Maka syarat seorang dikatakan Muslim, adalah harus bersaksi tidak ada sesembahan lain selain Allah. Konsekuensinya semua sesembahan lain itu wajib diingkari dan ditinggalkan. Wajib terpenuhinya dua rukun ini dari Tauhid Uluhiyah. Pertama, yaitu Nafi dan yang kedua adalah Istbat. Nafi itu maknanya meniadakan. Artinya sesembahan lain harus ditolak, dihapuskan dari hatinya sedangkan Istbat adalah menetapkan bahwa Allah itu satu-satunya sesembahan yang haq. Apabila hanya Nafi dan tidak ada Istbat itu Atheis, sedangkan bila seseorang melakukan sebaliknya, maka itu dikatakan Musyrik. Maka wajib kita memiliki dua rukun ini. Maka harus menolak thagut (segala sesuatu yang disembah selain Allah, dan mereka ridha untuk disembah). Seperti orang-orang yang menyembah malaikat dan Nabi, tapi mereka bukan thagut, karena mereka tidak ridho dijadikan sesembahan. Maka orang itu beriman dan berpegang teguh kepada tali Allah, dan tidak lepas selama-lamanya. Aplikasi ini banyak dalam bentuk ibadah. Seperti orang yang menyembelih tidak atas nama Allah. Seperti orang yang menyembelih untuk jembatan, maka itu musyrik. Seperti dalam sholat. Ali mengatakan Rasul mengajarkan empat kalimat. Salah satunya adalah Allah melaknat orang yang menyembelih selain Allah, doa itu ibadah, maka bila kita doa berdoa selain Allah, seperti kepada malaikat Mikail (yang membagikan rejeki), maka itu musyrik. Karena mailaikat rejeki itu hanya menyalurkan rejeki atas perintah Allah, misalnya seorang bendahara tidak akan mengeluarkan uang tanpa persetujuan ketua. Maka berdoa kepada malaikat tidak akan di ijabah. Berdoa kepada orang yang sudah mati dikuburan itu adalah beribadah kepada selain Allah adalah syirik. Maka Uluhiyah itu luas, dan menjadi pokok orang masuk Islam.
Makna Asma wa Sifat, yaitu artinya nama dan sifat Allah. Maknanya adalah menetapkan nama-nama dan sifat-sifat bagi Allah, yang Allah telah menetapkan nama dan sifat bagi diri-Nya atau oleh Nabi sebagai nama dan sifat bagi Allah. Seperti Ar Rahman, Ar Rahim, dan nama-nama Allah yang lain, dan setiap nama juga mengandung sifat. Nama Allah itu banyak, tidak hanya 99 nama, yang merupakan salah satu kekeliruan selama ini. Seperti Hadits Nabi, dari Imam Muslim, Nabi mengatakan Allah memiliki 99 nama dan baransiapa meng-ikhsa nama-nama tersebut maka akan masuk surga. Kesalahpahaman mereka karena hanya mengaggap 99 saja nama-nama Allah sedangkan mengikhsa itu menghafal. Makan mengikhsa adalah maknanya memahami, meyakini isinya dan mengaplikasikannya, walaupun tidak hafal. Bukan sekedar menghafal, tanpa ada keyakian,tidak paham dan tidak mengaplikasikannya, seperti yang terjadi sekarang ini banyak orang hanya menghafal nama-nama tersebut. Kesalahan dari pemahaman nama Allah hanya 99 adalah seperti penjelasan dari perkataan Nabi, sesungguhnya diantara sekian banyak nama Allah, ada 99 nama yang barangsiapa memahaminya, meyakininya dan mengaplikasikannya maka akan masuk syurga, karena jumlah sebenarnya nama Allah tidak ada yang tahu.
Seperti keterangan Nabi, dari riwayat Imam Muslim, “Siapa orang yang mengalami resah gelisah, stress, depresi, lalu berdoa ya Allah sesungguhnya aku meminta-Mu dengan seluruh nama-nama Mu, nama-nama yang diajarkan kepada makhluk-Mu, nama-nama yang diturunkan kepada makhluq-Mu, atau nama yang hanya Engkau yang mengetahuinya…”, karena hal-hal ghaib yang ada disisi Allah,atau Isti’san, hanya Allah yang mengetahuiny dan tidak ada hadits yang shahih apa saja 99 nama tersebut. Setiap nama Allah mengandung sifat Allah juga. Nama Al Rahman mengandung sifat Al Rahman, nama Al Rahim juga mengandung sifat Al Rahim. Sehingga bila ada 99 nama, maka setidaknya sifat Allah juga 99. Bukan hanya yang kita ketahui selama ini yaitu ada 13 sifat, seperti wujud, baqa, qidam, dan seterusnya (karena ini ajaran yang keliru),itulah Aqidah As Asirah, yang selama ini kita dapat, dan tidak ada sifat-sifat diatas yang 99 tersebut. Maka menetapkan nama & sifat Allah harus sesuai yang ditetapkan oleh Allah dengan Al Quran & Sunnah Nabi yang Shahih, inilah yang dipahami oleh Ahlus Sunnah wal Jamaah.sumberhttp://catatanmelura.com/
0 komentar:
Posting Komentar