Senin, 29 Desember 2014

Manajemen Mutu Pondok Pesantren

MANAJAMEN MUTU PENDIDIKAN PESANTREN
(Perpaduan Implementasi Manajemen Mutu Joseph M. Juran dan Surah An-Nashr Ayat 3 Menuju Pendidikan Pondok Pesantren Bermutu)
Oleh:
Utawijaya Kusumah[1]


PENDAHULUAN
Perubahan merupakan sunnatullah. Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Ar-Ra’d ayat 11 berfirman:“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. Dalam Ilmu Balaghah, ayat di atas merupakan bentuk ikhbariyyah (informatif), karena berkaitan dengan berita Allah kepada manusia tentang pentingnya perubahan. Dalam Tafsir Al-Hawi ‘ala Al-Jalalain,  makna innallâha lâ yughayyiru mâ biqaumin (sesungguhnya Allah tidak mengubah apa yang ada pada suatu kaum)adalah lâ yaslubuhum ni’matahu  (tidak mencabut dari mereka nikmatnya). Sedangkan ayat hattâ yughayyirû mâ bianfusihim (kecuali mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka) maknanya man al-khâlati al-jamîlati bi al-ma’shiyati(dari sifat-sifat yang bagus dan terpuji menjadi perbuatan maksiat). Dalam ilmu Bayan nya Al-Jabiri ayat ini termask Bayani Mauhuban (dapat diterima) atauBayani Maksuban (yang diusahakan dan ditanggapi). Sebab, teks ayat tersebut  berbentuk khabar  yang sudah jelas kebenarannya tidak diragukan lagi untuk dilaksanakan.
Ayat di atas bisa menjadi driving force bagi pimpinan pesantren dalam melakukan perubahan menuju perbaikan mutu pendidikan di Pondok Pesantren, terutama perubahan terhadap sistem kelembagaannya dan juga perubahan orientasi lulusannya. Artinya, ke depan, dalam rangka perbaikan mutu pesantren, pimpinan perlu melakukan perbaikan terhadap mutu kelembagaannya yakni dengan cara menerima kehadiaran pendidikan formal dan vocasional ke dalam sistem pendidikan pesantren. Maksudnya, di dalam lingkungan pesantren tidak hanya pembelajaran salafiyah, akan tetapi di dalamnya pesantren perlu menyelenggarakan pendidikan formal dan vocasional untuk bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya. Hal ini perlu dilakukan demi menjaga eksistensi pesantren ke depan. Sebab, pada masa mendatang akan terjadi perubahan orientasi masyarakat dalam memilih lembaga pendidikan. Pada masa mendatang masyarakat lebih memilih lembaga pendidikan yang mampu mendidik siswanya memiliki ijazah formal dan memiliki keterampilan. Nah, pesantren tentu saja bisa dan memiliki kelebihan, karena pesantren memiliki keunggulan dalam pendidikan akhlaq. Kalau ini dilakukan, pada gilirannya nanti lulusan pesantren tidak hanya ahli agama (mutafaqqih fiddîn), akan tetapi juga lulusan yang memiliki kecerdasan pengetahuan (mutakallimin) dan sekaligus lulusan yang mampu berdiri sendiri (mutaqawwimin).
Idealnya,  perbaikan terhadap sistem kelembagaan itu diarahkan pada kekuatan lembaga pendidikan pesantren sebagai agen perubahan agent of change), dalam artian pesantren harus membuka diri terhadap tuntutan perubahan yang diinginkan oleh masyarakat. Masyarakat kebanyakan inginnya pesantren tampil sebagai lembaga yang melahirkan santri yang rijaal  (professional) (Q.S. an-Nuur:33), yang memiliki kemampuan IMTAK dan juga sekaligus dibekali IPTEK.  Bagi pesantren untuk mencapai tujuan itu tidaklah sulit, karena dengan berbekal pada ruhul jihadnya pesantren memiliki adagium filosofi “al-muhafadzah ‘ala qadîm al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadîd al-ashlah“, menjadi sebuah keniscayaan.
Jadi, salah satu terobosan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan di pesantren adalah membuka penyelenggaraan pendidikan formal dan vocasional di lingkungan pendidikan pesantren, agar lulusannya menjadi ahli agama, memiliki kemampuan berfikir, dan sekaligus memiliki keterampilan untuk hidup mandiri di tengah masyarakat.
Secara manajerial, pengelolaan kelembagaan dengan tiga satuan pendidikan tersebut  dibagi ke dalam tiga level manajemen, yaitu: High Management, Midle Management, dan Low Management. High Management sebagai manajemen puncak, tetap dipegang  oleh pimpinan pesantren sebagai sesepuh dan sekaligus sebagai pemegang otoritas Ilahiyah dengan kharismanya. Sedangkan Midle Management dipegang oleh semacam lembaga atau Majelis Pesantren untuk menjalankan kebijakan  pimpinan/sesepuh. Sedangkan Low Managementdiberikan kepada para pimpinan yang memegang lembaga di lingkungan pesantren, seperti Kepala MAN, Kepala MTs, Ketua Kopontren, Kepala Poskestren, dan lainnya. Menurut hemat penulis, pola manajerial seperti ini cukup efektif dalam mengelola lembaga pendidikan pesantren di masa mendatang. Dalam implementasinya di lapangan bisa menggunakan manajemen mutu modern seperti yang dikembangkan oleh Joseph M. Juran dan dipadukan dengan manajemen mutu khas pondok pesantren.

IMPLEMENTASI MANAJEMEN MUTU PENDIDIKAN DI PONDOK PESANTREN
Mutu menurut Edward Sallis (1993:24) adalah  kepuasan terbaik dan tercapainya kebutuhan/keinginan pelanggan.  Dan menurut Hoy (2000:15), yaitu“Quality is often defined in term of outcomes to match a customer’s satisfaction”,mutu adalah kepuasan terhadap lulusan berkualitas dan pelayanan yang baik.
Berkaitan dengan manajemen mutu modern, Joseph M. Juran (1980:18) mengembangkan konsep TRILOGI KUALITAS, yaitu: perencanaan kualitas (quality planning), pengendalian kualitas (quality control) dan perbaikan kualitas (quality improvement). Perencanaan Kualitas (Quality planning), yaitu suatu proses yang mengidentifikasi pelanggan dan proses yang akan menyampaikan produk dan jasa dengan karakteristik yang tepat dan kemudian mentransfer pengetahuan ini ke seluruh kaki tangan perusahaan guna memuaskan pelanggan dengan cara: memenuhi kebutuhan pelanggan/konsumen, menentukan market segment (segmen pasar) produk, mengembangkan karakteristik produk sesuai dengan Permintaan konsumen, dan mengembangkan proses yang mendukung tercapainya karakteristik produk.    Pengendalian Kualitas (Quality control), yaitu suatu proses dimana produk benar-benar diperiksa dan dievaluasi, dibandingkan dengan kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan para pelanggan. Persoalan yang telah diketahui kemudian dipecahkan, misalnya mesin-mesin rusak segera diperbaiki. Caranya: mengevaluasi performa produk, membandingkan antara performa aktual dan target, serta melakukan tindakan jika terdapat perbedaan/penyimpangan. Dan, Perbaikanan Kualitas (quality improvement), yaitu suatu proses dimana mekanisme yang sudah mapan dipertahankan sehingga mutu dapat dicapai berkelanjutan. Caranya: mengidentifikasi proyek perbaikan (improvement),  membangun infrastruktur yang memadai, membentuk tim,  melakukan pelatihan-pelatihan yang relevan, diagnosa sebab-akibat (bisa memakai diagram Fishbone-Ishikawa), cara penanggulangan masalah,  cara mencapai target sasaran.
Secara sadar, Pondok Pesantren sebenarnya sudah memiliki rujukan yang jelas tentang manajemen mutu pendidikan, yakni surat al-Nashr ayat 3 sebagai landasan pijak bagi pesantren dalam mengimplementasikan manajemen mutu pendidikannya. Dalam ayat tersebut Allah SWT berfirman: “maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat”.  Ayat ini berkaitan dengan direbutnya kembali kota Makkah oleh Rasulullah SAW bersama pasukannya. Inilah bukti kemenangan ummat Islam saat itu. Dalam pendekatan balaghah, ayat  3 surat al-Nashr ini termasuk khabar insya’i, yakni  khabar yang  menjadi syari’at yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim.
Tafsir manajemen mutu ayat ini kalau mengikuti kerangka manajemen mutu modern ala Joseph M. Juran adalah:   (1) tasbih (mengingat); (2) tahmid(memuji); dan (3) istighfar (ampunan).  Ketiga aspek tersebut menjadi dasar dalam melakukan manajemen mutu pendidikan pesantren. Melalui tasbih(mengingat) peningkatan mutu pendidikan pesantren dilakukan dengan cara menetapkan standar mutu yang jelas yang harus direncanakan secara berkualitras (quality planning), kendatipun standar mutu yang ditetapkan didasarkan hasil ijtihad sesepuh maupun pengelola pesantren. Kemudian melaluitahmid (terpuji), pelaksanaan manajemen mutu dilakukan oleh orang-orang pilihan dengan kualitas yang tidak diragukan, sehingga orang-orang terpuji/pilihan (tahmid) tersebut mampu mengendalikan mutu pendidikannya (quality control). Dan, melalui istighfar (ampunan), manajemen mutu pendidikan pesantren yang dilaksanakan adalah dengan cara melakukan perbaikan mutu (quality improvement) secara terus menerus dengan melibatkan berbagai unsur.
Ketiga prinsip manajemen mutu pesantren tersebut jika dibandingkan dengan konsep kualitas yang disampaikan oleh Joseph M. Juran tidaklah jauh berbeda. Joseph M. Juran mengemukakan  konsep Trilogi Kualitas, dalam kerangka manajemen mutu, yaitu: perencanaan kualitas (quality planning), pengendalian kualitas (quality control) dan perbaikan kualitas (quality improvement).
Oleh karena itu, kalaulah boleh dibandingkan dalam kerangka Islamisasi manajemen mutu modern, maka tidak ada salahnya ketiga konsep manajemen mutu ala Pondok Pesantren dapat disandingkan dengan manaejmen mutu ala Juran.  Karena keduanya berorientasi pada peningkatan mutu.
Bagaimana mengimplementasikannya di lapangan? Caranya adalah:
  1. Implementasi perencanaan mutu (quality planning) pendidikan di Pondok Pesantren didasarkan pada dalil surat al-Nashr ayat 3 dengan cara mentasharufkan perencanaan mutu pendidikan dengan istilahtasbih. Maksudnya adalah perencanaan mutu pendidikan pesantren sebagai bentuk tasbih yaitu mengingat atau menetapkan standar mutu yang akan direncanakan. Aspek-aspek yang perlu direncanakan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan pesantren adalah perlu dibuatkannya dokumen Rencana strategis (Renstra) oleh pesantren tersebut yang di dalamnya beriti: (1) Menetapkan visi misi pesantren; (2) Menetapkan tujuan dan sasaran; (3) Melakukan analisis SWOT; (4) Menetapkan strategi peningkatan mutu; (5) Merencanakan profile ideal pondok pesantren; (6) Merencanakan pengembangan pondok pesantren; dan (7) Menetapkan langkah-langkah strategi pengembangan.
  2. Implementasi pengendalian mutu (quality control) pendidikan di Pondok Pesantren didasarkan juga pada ayat 3 surat al-Nashr. Pengendalian mutu di pesantren tersebut diistilahkan dengan tahmid. Maksudnya adalah bahwa dalam pengendalian mutu perlu didukung oleh unsur-unsur yang terpuji (tahmid) sebagai pengendalinya, baik SDM pengendalinya, pembiayaannya, sarana-prasarana, maupun aspek lainnya. Aspek-aspek mutu yang dikendalikan di pesantren tersebut meliputi: (1) Penataan ulang pesantren (pesantren review); (2) Penjaminan mutu pesantren (quality assurance); (3) Pengawasan mutu pesantren (quality control); dan (4) Benchmarking. Salah satu cara pengendalian mutunya adalah dengan membuka pendidikan salafiyah, pendidikan formal sekolah, dan pendidikan vocasional di lingkungan pesantren. Penataan ulang kelembagaan ini menjadi pintu masuk bagi pesantren tersebut dalam membuka peluang perubahan pada sektor-sektor lain, terutama dalam mengantisipasi perubahan tuntutan masyarakat terhadap pendidikan yang menghendaki lebih berperan serta dalam menciptakan kualitas SDM lulusan. Melalui perubahan ini akan tercipta kualitas lulusan pesantren ahli agama (mutafaqqih fiddîn), ahli fikir (mutakallimin), dan mandiri (mutaqawwimin) melalui ketiga jenis pendidikan yang diselenggarakan di Pesantren Sukahideng.
  3. Implementasi perbaikan mutu (quality improvement) pendidikan di Pondok Pesantren didasarkan atas dalil surat al-Nashr ayat 3 yang mentasharufkan perbaikan mutu dengan istilah istighfar (taubat). Maksudnya, perbaikan mutu pendidikan (quality improvement)diarahkan pada upaya penyempurnaan pendidikan berupa tindakan yang dilakukan setelah data atau informasi hasil pengendalian diperoleh, dianalisis, dan dievaluasi untuk memperbaiki dan menyempurnakan dokumen Manual Mutu dan Prosedur Mutu. Perbaikan yang paling menonjol sebagaimana dalam pengendalian mutu adalah pada aspek perubahan sistem pendidikan, yaitu dibukanya ketiga sistem pendidikan di dalam lingkungan pesantren seperti tersebut di atas. Upaya perbaikan ini berimplikasi terhadap perubahan-perubahan pada sektor perencanaan dan pengendalian yang ada dalam unsur pendidikan, baik pada kurikulum, pendidik, tenaga kependidikan, proses, lulusan, sarana prasarana, keuangan, manajemen dan sistem penilaian.Perbaikan melibatkan seluruh lembaga yang ada di lingkungan pesantren melalui mekanisme Rapat Pimpinan (Rapim). Hasil perbaikan dicatat dan didokumentasikan melalui dokumen manual hasil perbaikan.
Apabila pesantren mampu melaksanakan manajemen mutu sebagaimana tersebut di atas, maka pondok pesantren akan mampu memenuhi kriteria penjaminan mutu seperti yang dikehendaki oleh pasal 13 ayat (4) PP 55 Tahun 2007 di antaranya mencakup: (a). isi pendidikan/kurikulum, (b). jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, (c). sarana dan prasarana yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan pembelajaran, (d). sumber pembiayaan untuk kelangsungan program pendidikan sekurang-kurangnya untuk 1 (satu) tahun pendidikan/akademik berikutnya, (e). sistem evaluasi, dan (f). manajemen dan proses pendidikan. Standar mutu pendidikan pesantren sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 13 ayat (4) PP 55 Tahun 2007 sebagaimana tersebut mendorong pengelola pesantren untuk segera berbenah, jika pesantren tidak mau ditinggalkan. Di samping itu, adanya standar mutu pesantren secara nasional juga dimaksudkan untuk meminimalisir perbedaan standar mutu yang selama terjadi di lingkungan pesantren.

SIMPULAN
Pesantren sudah siap menghadapi era manajemen mutu modern, karena pesantren sudah memiliki dasar yang kuat dalam rangka peningkatan mutu pendidikannya, yakni Al-Qur’an surat al-Nashr ayat 3. Melalui ayat ini, peningkatan mutu pendidikan epsantren dapat dilakukan dengan cara: (1) Membuat perencanaan mutu (quality planning) pendidikan dengan cara menetapkan standar mutu yang jelas dan terukur (tasbih); (2) Melakukan pengendalian mutu (quality control) oleh orang-orang dan unsur-unsur pendidikan pesantren yang terpuji/terbaik (tahmid); dan (3) melakukan perbaikan mutu (quality improvement) terhadap segala macam kekurangan yang dirasakan dalam proses pendidikannya (istighfar).
Dengan ketiga cara tersebut (tasbih/quality planning, tahmid/quality control, istighfar/quality improvement), maka pesantren akan bermutu dan akan diminati oleh masyarakat untuk memasukan anaknya ke pesantren. Pada gilirannya, pendidikan pesantren akan menjadi pilihan utama masyarakat, sehingga citra pesantren akan semakin meningkat.

RUJUKAN
Abdullah, Amin. 1995. Falsafah Kalam di Era Postmodernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Al-Abrasyi, Muhammad Athiyah . 1969. At-Tarbiyah wa Falasifuha. Mesir: Al-Nalaby.

al-Ausi, `Ali. 1985. al-Thabâthabâ’i wa Manhajuhu fî Tafsîrih. Teheran: Mu`âwanah al-Riâsah lil`Alâqah al-Daulah fî Mundzimah al-Â`lam al-Islâmî.

al-Baihaqi,  Ahmad bin al-Husein bin Ali bin Musa Abu Bakr . 1994. Sunan al-Baihaqi al-Kubrâ, Jilid I. Makkah Mukarromah: Maktabah Dâr al-Baz.

al-Basti, Muhammad bin Hibban bin Ahmad Abu Hatim al-Tamimi. 1993.  Shahih ibni Hibban Bitartib ibni Bilbân, Jilid I. Beirut: Muassasah al-Risalah.

al-Haitami, Ali bin Abi Bakr. 1407 H.  Majma’ al-Zawâid wa Manba’ al-Fawâid, Jilid IV. Kairo: Dal-Rayan li al-Tsurats.

Al-Jâbirî, Muhammad `Âbid. 1993. Bunyah al-‘Aql al-‘Arabî: Dirâsah Tahlîliyyah Naqdiyyah li Nuzhûm al-Ma`rifah fi al-Tsaqâfah al-‘Arabiyyah. Beirut: Al-Markaz al-Tsaqafi al-‘Arabî.

al-Rûm, Fahd ibn `Abdurrahmân ibn Sulaimân. 2002.  Ittijâhât al-Tafsîr fî Qarn al-Râbi` `Asyr, Jilid I. Riyad: Maktabah Rusyd.

al-Shâbuni, Muhammad ‘Ali. T.t. Shafwat al-Tafâsîr, Jilid IV. Beirut: Dâr al-Fikr.

——————. T.t. al-Tibyân fî `Ulûm al-Qur’ân. Beirut: Âlam al-Kutub.

al-Shawi, Ahmad.t.t. Tafsir Al-Hawi ‘ala Al-Jalalain, Jilid II. Mesir: Isa al-Bâ al-Halabi.

Deming, W.E. 1986. Aout of Crisis. Boston: Massachusetts.

Hoy, Charles, et.al. 2000. Improving Quality in Education. London: Longman Publishing Company.


Juran, Joseph H.  and F.M. Gryna. 1980.  Policies and Objectives Quality Planning and Analysis. New York: McGraww-Hill.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: LeKDiS. 2005.

Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan.
Sallis, Edward. 1993. Total Quality Management in Education. London: Kogan Page.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Utawijaya. 2011. “Rancangan Kurikulum Syumuliyah/Terpadu Pendidikan Pondok Pesantren Salafiyah Berstandar Nasional”. Majalah Media Pembinaan, No. 03/XXXVIII/Juni 2011.

Zayd, Nashr Hâmid Abû. 1994. Naqd al-Khithâb al-Dînî. Kairo: Sina li al-Nashr.






SUMBER http://utawijaya.wordpress.com/2011/12/01/manajemen-mutu-pendidikan-pesantren/
[1] Penulis adalah Ketua Forum Pondok Pesantren (FPP) Jawa Barat, tinggal di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Awipari Cibeureum Kota Tasikmalaya.

0 komentar:

Posting Komentar

DUKUNG PENDIRIAN MARKAS YGNI BANYUMAS-PROGRESS REPORT: DANA TERKUMPUL 25,6 JUTA DARI 350 JUTA-SELURUH DANA DARI BP_MAKMUR

Logo Baru YGNI Banyumas

Logo Baru YGNI Banyumas
Perubahan Logo Baru YGNI Banyumas