Siswa Diniyah Athfal Ponpes Shidiqiin Wara`

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Niat dari Pendiri dan Pengasuh adalah Jihad

Melalui PP Shidiqiin Wara`Pendiri dan Pengasuh PPSW berniat Jihad di Jalan Allah meninggikan Kalimat Allah.

Halangan dan Tantanga Dakwah PP Shidiqiin Wara` 3

Setiap Halangan dan Tantangan dilalui dengan Sabar sehingga PPSW berjalan puluhan tahun.

Kyai Muhammad Syechan Pendiri PP Shidiqiin Wara`

Tenaga.Pikiran dan Harta untuk Dakwah di Lingungan Purwojati Melalui PP Shidiqiin Wara`.

Pager Bangsa-Pengajian Gerakan Kebangsaan 5

Pager Bangsa diadakan pertama kali untuk anggota Pemuda Pakarti Purwojati dalam ikut membangun NKRI.

Sabtu, 31 Januari 2015

Kanjeng Sunan Simbahwuri Gurungaji Ponpes Shidiqiin Wara`

Istilah Kanjeng Sunan biasanya digunakan untuk penyebutan para wali atau orang orang-orang yang benar-benar berdakwah dengan metode mereka sendiri dalam mendekati umat. istilah kanjeng biasanya juga dipakai untuk sebutan para raja atau oran-orang pembesar keraton jaman dahulu.

Sedangkan istilah sunan diambil dari alquran yang artinya jalan ( jalan yang ditempuh). jalan seseorang baik yang akan ditempuh mauun yang sudah ditempuh pasti berbeda-beda baik itu jalan hidup, jalan keluar atau bahkan jalanan. Dalam mengartikan Sunan, kita disuruh mengambil jalan dari jalan-jalan Allah yang ada yang diridhoi allah.

Sehubungan sebutan Kanjeng Sunan Simbah Wuri sebagai gurungaji karena ketika Simbah Wuri atau Raras Wuri dalam berdakwah mempunyai metode tersendiri baik itu terhadap anak-anak seusia PAUD, sekolah dasar, SMP, SMU/SMK atau pemuda selalu berbeda-beda. Simbah wuri memiliki metode khusus atau jalan khusus sehingga hasil juga berebda dalam pembelajaran yang rata-rata dari metode tersebut berhasil.
Istilah Kanjeng Sunan diberikan oleh santri kepada Simbah Wuri sebagai bentuk  penghormatan kepada SImbah Wuri.

Istilah kata Kanjeng diterangkan kepada santri dan pemuda Pakarti dalam kajian-kajian dilakukannya. begitu pula jalan yang mau ditempuh dalam kajian-kajian sering mengambil metode tersendiri, sebagai santrinya tentu tahu bahwa orang yang mengajarkan sesuatu dengan cara berbeda maka orang tersebut berhak disebut Sunan ( jalan ) berbeda.

Istilah Kanjeng Sunan Simbah Wuri Guru Ngaji Ponpes Shidiqiin Wara` karena dia sebagai pendiri Pondok Pesantren Shidiqiin Wara` yang sekarang dalam persiapan diubah ke Ponpes Alrukiyah sebagai bentuk kompromi dengan keluarga besar Kyai Muhammad Syecahan.Dari santri persiapan untuk dijadikan kader dakwah sekitar 65 remaja terus dipilih menjadi 25 remaja namun hampir menjadi kader diharapkan hanya 5 pemuda. Bagi pondok hal ini sudah sangat mencukupi untuk dijadikan kader yang siap untuk turun dalam berbagai dakwah menurut keahlian dan cara mereka tersendiri.

Istilah Kanjeng Sunan diberikan oleh orang lain atau santri sebagai bentuk penghormnatan kepada Simbah Wuri karena dengan ikhlas membela Islam dan berdakwah walau dalam keadaan apapun. Jadi bukan karena Simbah Wuri ingin dianggap sebagai wali tetapi karena dia sebagai guru ngaji yang mempunyai cara berbeda dalam penyampaian dakwah sehingga banyak orang yang memusuhinya karena mereka tidak mengerti.
(SUNAN jamak dari SUNAH yang artinya jalan) Sunan disini dimaksudkan Simbah WUri memiliki berbagai cara terseniri yang berbeda dengan yang lainnya dalam berdakwah dan mengajar santri.

Dakwah utama yang disampaikan adalah menguatkan keyakinan agamanya (aqidah) perubahan akhlaq dengan dalil-dalil qoth`i dan nalar serta mewajibkan penggunaan akal sebagai pemakmur bumi. sehingga santri dituntut untuk menggunakan akal sebesar-besarnya dengan bersandar pada dalil Naqal.

Perjuangan simbah dalam berdakwah lewat pondook pesantren Shidiqiin Wara` banyak mendapat tantanga dan hambatan dari lingkungan, tantangan dan hambatan tersebut datang secara pribadi-pribadi bahkan sudah diskenario oleh beberapa kelompok. Alhamdulillah dengan seiringnya waktu apa yang mereka datangkan berupa madharat terhadap diri sim,bah wuri, keluarga dan dakwahnya tidak berpengaruh kecuali sedikit, Itu semua karena rasa tawakal `alallaoh yang sangat tinggi. Sehingga dia berkeyakinan tidak akan hancur walau diserang dengan berbagai cara dan berbagai kelompok.

Dari ajaran Kyai Muhammad yaitu disuruh dan diajarkan memohon keadilan dan pembuktian kebenaran atas perlakuan orang yang memusuhi dakwah simbah wuri, maka hampir semua terkabul dan terbukti ajaran kyai Muhammad Syechan. Dan Simbah wuri yang sudah diajari ilmu tersebut, maka santri Simbah wuri yang sudah mengenalnya maka sangat takut untuk melukai perasaan simbah wuri, Karena para santri tersbut sudah paham akan terkena bala dunia dan akhirat.

Saat ini mulai terbukti bekas santri-santrinya yang dimanfaatkan dan dijadikan untuk melawannya, mereka mengalami kehancuran sendiri moralnya. Baik itu yang laki-laki maupun perempuan. baru berumur remaja sudah sangat rusak moralnya . Itu akibat dari mereka dijadikan alat untuk menghancurkan dakwah simbah wuri. Allohumaghfirlahum waghfirlii

Kamis, 29 Januari 2015

Pemanfaatan Teknologi Informasi Di Pesantren Pesantren

Diakui bahwa pondok pesantren baik secara kelembagaan dan substansi pendidikannya telah banyak mengalami perubahan. Perubahan akanterus berlanjut terkait dengan perubahan social dan perubahan peraturan perundang-undangan. Khusus, setelah diundangkannya UndangUndang (UU) Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, bahwa secara kelembagaan, pesantren yang menyelenggarakan pendidikan madrasah, wajib mengikuti standar kurikulum secara nasional sebagaimana ketetapan UU. Ini artinya, pendidikan di pondok pesantren (madrasah) sudah tidakbisa dibedakan dengan sekolah umum semacam SMA, sama-sama membuka jurusan IPA, IPS, Bahasa dan Keterampilan, pada tingkat sekolah menengah.
Pengembangan pesantren bukanlah hal baru, dan akan terus dilakukan baik oleh internal pesantren maupun bekerja sama dengan lembaga lain. Secara internal, pesantren sudah memiliki caranya sendiri misalanya melalui saling mengambil menantu atau mengambil menantu dari kalangan santri yang pandai.  Disamping itu, pesantren juga memiliki prinsip menjaga dan berkembang yang hingga saat ini masih dijalankan. Dengan demikian, untuk berkembang, bagi pesantren bukanlah hal baru.
Mencermati perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa kini dan mendatang disertai dengan perkembangan kebudayaan, maka pendidikan pesantren tidak harus mengesampingkan pendidikan teknologi informasi (TI), terutama dalam menumbuhkan Islamic technological-attitude (sikap berteknologi secara Islami) dan technological-quotient (kecerdasan berteknologi) sehingga santri memiliki motivasi, inisiatif dan kreativitas untuk memahami teknologi.
Kemajuan TI di pesantren tidak mungkin terwujud tanpa adanya sumberdaya manusia berkualitas. Ketersediaan TI dan pemanfaatannya di lembaga pendidikan pesantren, sekalipun sederhana dan terbatas, akan meningkatkan pembelajaran dalam hal peningkatan efektifitas, efisiensi, dan daya tarik pembelajaran.
Melihat fenomena tersebut, Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan memandang perlu melakukan penelitian untuk mengkaji lebih jauh tentang  pemanfaatan teknologi informasi (TI) di pondok pesantren, dengan rumusan masalah bagaimana pesantren responsible terhadap penggunaan TI, baik dari sisi SDM, pemanfaatan dan bentuknya, serta dampak yang dtimbulkannya.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: akemampuan SDM memanfaatkan TI di pesantren, c) pemanfaatan TI di pesantren, d) dampak pemanfaatan TI  terhadap daya ubah  sistem pendidikan pesantren dan e) bentuk perangkat TI ke depan yang dibutuhkan dalam sistem pendidikan pesantren

Metodologi
Lokasi penelitian ini meliputi PP. Al-Hamidiyah dan PP. Sindang Resmi (Jawa Barat)PP. Pabelan (Jawa Tengah)PP Modern Al-Amanah danPP. Amanatul Ummah (Jawa Timur), PP Al Mujahidin (Kalimantan Timur)PP. Nurul Haramain (NTB),  dan PP. Al-Ittifaqiyah (Sumatra Selatan)
Metode penelitian ini kualitatif dengan analisis deskriptif. Adapun PPS yang menjadi sasaran penelitian ada di enam propnsi meliputi:.Pesantren sasaran penelitian adalah  pesantren yang memiliki Laboratorium Komputer.
Teknik pengumpulan data dilakukan melaui form isian untuk menggali data kelembagaan, ketenagaan, sarana. Wawancara, untuk menggali data primer dan studi dokumen untuk menggali data sekunder.

Temuan

1.Kemampuan SDM TI
Berkaitan dengan kemampuan SDM TI terdapat dua katagori pesantren. Pesantren yang SDM TI sudah menguasai beberapa software diantaranya PP Nurul Haramain dan PP. Modern Al Amanah, PP. Al-Hamidiyah dan PP. Amantul Ummah dan PP Al Mujahidin). SDM TI nya sudah dapat mengoperasikan selain Microsoft Office (software standar), tapi juga menguasai software yang lainnya : Photoshop, coreldraw dll. Sebaliknya pada PP. Al-Ittifaqiyah, dan PP. Sindang Resmi,  SDM TI hanya dapat menguasai software Office. Sebagian besar santri, ustadz dan TU baru dapat mengoperasikan Microsoft Office (software standar) yaitu Microsoft Word, Excell dan Power Point.
Tentang kesesuaian latar belakang pendidikan ustadz TI, tidak sepenuhnya ustadz TI di pesantren sasaran berpendidikan sarjana komputer, tetapi ustadz-ustadz tersebut berpendidikan S1 yang menguasai tentang TI. Secara umum penguasaan TI lebih banyak diasah secara otodidak dan pengalaman serta tingkat penguasaan mereka masih sebatas penggunaan tool atau alat standar pada aplikasi software belum kepada penguasaan program software.

2.Pemanfaatan TI
Berkaitan pemanfaatan TI dalam perannya sebagai lembaga keagamaan, PP. Nurul Haramain sebagai lembaga keagamaan, santri dan masyarakat sekitar menerima kegiatan syiar dawah dari para kiyai dengan menggunakan perangkat teknologi berupa Komputer dan LCD yang diletakkan permanen di masjid Nurul Haramain. Dalam perannya sebagai lembaga pendidikan islam , perangkat TI digunakan oleh ke delapan pesantren sasaran untuk proses belajar mengajar di kelas oleh ustadz dan santri serta pengelolaan adminstrasi pesantren oleh staff TU dan pengurus pesantren. Khusus pada PP. Nurul Haramain dalam proses belajar mengajar kitab kuning, kiyai nya sudah menggunakan Software Maktabah Syamilah. Islamic programs untuk mempelajari zakat, waris dan waktu sholat, Qur'anic Learning untuk mempelajari tajwid. Sedangkan pada PP. Alhamidiyah dalam kajian islam sudah memanfaatkan Kamus Arab dan Al-Qur'an digital.
Peranan lain yaitu pesantren sebagai lembaga sosial. Khusus untuk pesantren Pabelan , pemanfaatan Komputer sudah digunakan untuk keperluan yang lebih luas yaitu selain untuk proses pendidikan  (STEP  II) juga untuk kegiatan ketrampilan (Life skill) melalui Telecenter e-Pabelan menyediakan layanan informasi kepada masyarakat desa tentang berbagai hal untuk para petani dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup mereka (sosialisasi informasi-informasi yang sedang trend seperti pendidikan, kesehatan, teknologi informasi, perempuan, life skill.

3.Dampak pemanfaatan TI
Pada dasarnya dampak pemanfaatan TI terhadap daya ubah system pendidikan di pesantren sasaran  beragam tingkat daya ubahnya. Dari kedelapan pesantren sasaran, terdapat dua katagori dampak pemanfataan TI. Katagori pertama, Lima pesantren (PP Nurul Haramain, PP. Al-Hamidiyah, PP. Amanatul Ummah,  PP Al Mujahidin, dan PP. Pabelan) memberikan respon sangat signifikan  dampak pemanfaatan TI bagi sistem pendidikan, karena sudah melakukan pembaharuan sistim pendiidkan yang integratif dengan menerapkan TI pada seluruh kegaitan pesantren
Sedangkan katagori ke duaPP. Modern Al-Amanah,  PP. Al-Ittifaqiyah dan PP. Sindang resmi menyatakan bahwa dampak ekstrim terhadap pola pendidikan tidak terlihat jelas atau tidak terlalu signifikan pemanfataan TI. Dalam proses pembelajaran, pola penyampaian masih bersifat metode konvensional dalam arti ustadz dan pengajar menyampaikan materi pelajaran dan memberi  tugas belajar masih dengan cara bertatap muka di dalam kelas. Santri masih membaca buku dan mencatat pelajaran, hanya ketika mencari data, santri sudah menggunakan internet tidak dengan manual. Dengan demikian di ketiga pesantren ini pemanfataan TI hanya sebagai penunjang dan bukan sebagai komponen penting.
4. Perangkat TI yang diperlukan ke depan
Dari kedelapan pesantren sasaran, dapat disimpulkan bahwa perangkat TI yang dibutuhkan ke depan oleh pesantren adalah: pertama, tersedianya perangkat Hardware yang lengkap meliputi penambahan jumlah : PC, LCD, Printer, Multi media, internet, LAN, Media Audio. Kedua, tersedianya perangkat Softwarepembelajaran yang memanfaatkan TI sehingga dapat digunakan dalam proses belajar mengajar. Ketiga, tersedianya  perangkat Brainware (SDM TI) berkualitas yang mampu menggunakan hardware dan software, oleh karena itu pemerintah perlu mengadakan pelatihan dan workshop tentang perangkat TI.
5.Strategi pemanfaatan TI
strategi yang di lakukan untuk pengembangan pemanfaatan TI di 8 pesantren sasaran diantaranya: pertama, melengkapi infrastruktur TI (hardware dan software). Kedua, peningkatan SDM (penambahan pengetahuan dan ketrampilan TI) melalui perekruitan tenaga ustadz dan TU  yang menguasai TI, mengikut sertakan para ustadz dan TU dalam pelatihan-pelatihan TI baik yang dilaksanakan oleh Diknas, Depag, Perguruan Tinggi dan Oleh YayasanKetiga,  peningkatan dana untuk penyelenggaraan dan pemeliharaan TI, dan Keempat, perluasan jaringan ke berbagai perguruan  tinggi.

Rekomendasi
1.Pesantren berupaya meningkatkan jumlah dan kelengkapan perangkat TI, oleh karena itu perlu dilakukan koordinasi antara pesantren dengan pemerintah Kab/Kota  dan Departemen Agama (khususnya Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren) dalam rangka memberikan bantuan pengembangan TI.
2.Berupaya meningkatkan kemampuan ustadz, tenaga administrasi (TU) dan santri dalam memanfaatkan TI untuk kegiatan belajar-mengajar di sekolah dan pengelolaan pendidikan guna mendorong  mutu hasil pendidikan yang optimal.
3.Departemen Agama (khususnya Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren) perlu mengadakan pelatihan TI bagi ustadz pesantren (penguasaan perangkat keras dan lunak serta perawatannya) untuk memaksimalkan pemanfaatan perangkat TI yang sudah ada, melalui diklat dan seminar-seminar tentang TI secara terencana dan berkelanjutan.
4.Departemen Agama (khususnya Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren) diupayakan melakukan studi kelayakan kepada pesantren yang akan diberi bantuan perangkat komputer. Pesantren yang berprespektif adaptif , pemanfaatkan komputer hanya sebagai pelengkap/penunjang dalam sistem pendidikan maka perangkat TI yang dibutuhkan berbeda dengan pesantren yang berprespektif antisipatif yang memanfaatkan TI sebagai grand strategic dalam program pendidikan dan pengajaran di pondok pesantren  secara integral dan holistic.

Kamis, 22 Januari 2015

Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Integratif

 Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan, sekaligus pusat penyebaran agama.Dalam sejarah mencatatkan, bahwa pesantren yang berkembang di Indonesia ini merupakan kerangka sistem pendidikan Islam pertama di daerah Jawa dan Madura.Pada awalnya sistem pendidikan Islam ini dikembangkan oleh Walisongo yang memiliki misi dakwah untuk menyebarkan Islam di bumi nusantara ini.

Kata pondok pesantren merupakan pengabungan dari dua kata pondok dan pesantren. ”Pondok” dalam kamus bahasa Indonesia berarti tempat penginapan, tempat untuk tinggal (sementara) dan bahkan bisa diartikan sebagai asrama. Sedangkan kata ”pesantren” berasal dan kata santri dengan awalan pe- dan akhiran -an, yang berarti tempat para santri untuk mengaji.

Seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat akan keilmuan yang terpadu antara (pengetahuan agama dan umum). Maka, sekarang banyak berkembang pesantren-pesantren yang memodernisasikan sistem pendidikannya.Sebenarnya modernisasi di dunia pendidikan Islam ini sudah lama dijalankan.Pada awalnya, sebelum di Indonesia banyak dikembangkan sistem modernisasi pendidikan Islam, sistem ini sudah dikembangkan lebih dahulu di belahan dunia timur tengah, seperti Turki dan Mesir.

Di Turki misalnya, Lembaga pendidikan tradisional Islam disana pada umumnya secara sederhana biasanya terdiri dan tiga jenis, yakni; madrasah, kuttab, dan masjid.Sampai paruh abad 19, ketiga lembaga pendidikan tradisional Islam ini relatif mampu bertahan.Tetapi sejak perempatan terakhir abad ke-19, gelombang pembaharuan dan modernisasi yang semakin kencang telah menimbulkan perubahan-perubahan yang tidak bisa dimundurkan lagi dalam eksistensi lembaga-lembaga pendidikan Islam tradisional. Pembangunan dan modernisasi pendidikan Islam tidak diragukan lagi, bermula di Turki menjelang pertengahan abad 19 sebelum akhirnya menyebar hampir ke seluruh wilayah kekuasaan Turki Usmani di Timur Tengah.

Sedangkan di Indonesia sendiri pembaharuan (modernisasi) sistem pendidikan Islam baru terpikirkan bermula ketika Kongres Umat Islam di Surabaya (1926). Kongres tersebut memutuskan untuk mengirim wakilnya pada pertemuan Umat Islam di Mekah. Akan tetapi utusan yang dikirim harus mampu bahasa Arab dan Inggris.Namun ternyata untuk mendapatkannya mengalami kesusahan. Akhirnya dalam kongres tersebut menyepakati untuk mengirim tokoh Serikat Islam (SI) H. Omar Said Cokroaminoto yang cakap berbahasa Inggris, dan KH Mas Mansyur dari Muhammadiyah yang mumpuni bahasa Arab.

Berawal dari keprihatinan tersebut, maka pada waktu itu ada tiga bersaudara masing-masing KH Ahmad Sahal, KH Zainudin Fanani dan KH Imam Zarkasyi yang kemudian dikenal dengan istilah “Trimurti” mempunyai gagasan yang sangat mulia sekali. Gagasan tersebut, yakni untuk mendirikan lembaga pendidikan sebagai wahana untuk mencetak mubaligh-mubaligh yang berwawasan luas serta bisa menguasai bahasa asing terutama bahasa Inggris dan Arab.Oleh sebab itu, untuk mencapai cita-cata-nya yang luhur tersebut.Maka, pada tahun 1926 M berdirilah pondok pesantren modern Gontor di Jawa Timur.

Tujuan Pondok Pesantren Modern

Tujuan pendidikan pondok pesantren pada mulanya tidak dirumuskan secara jelas.Hal ini karena dapat dimaklumi, bahwa pondok pesantren sejak awal berdirinya tidak membutuhkan legalitas secara formal. Dalam bentuk yang sangat sederhana tujuan itu dapat dirumuskan secara garis besar bahwa pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang berorientasi untuk mendidik para santrinya agar tafaqqauh fiddin (memegang teguh ajaran Islam). Di sisi lain, tujuan pendidikan pondok pesantren secara spesifik adalah disesuaikan dan diselaraskan dengan penguasaan para pemegang pondok pesantren tersebut dalam suatu konsentrasi ilmu tertentu. Dengan demikian akan muncul pondok pesantren yang lebih menfokuskan kepada satu konsentrasi ilmu saja, seperti ilmu Al-Qur’an (menghafalkan Al-Qur’an), maka pesantrennya terkenal dengan sebutan pesantren Al-Qur’an. Tetapi secara garis besar tujuan pendidikan pondok pesantren dapat dibagi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan tersebut dapat kita asumsikan sebagai berikut:
Tujuan Umum; Membentuk mubaligh-mubaligh Indonesia berjiwa Islam yang Pancasilais yang bertakwa, yang mampu baik rohaniyah maupun jasmaniah mengamalkan ajaran agama Islam bagi kepentingan kebahagiaan hidup diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa sertanegara Indonesia.
Tujuan Khusus; 1) Membina suasana hidup keagamaan dalam pondok pesantren sebaik mungkin, sehingga berkesan pada jiwa anak didiknya (santri).2) Memberikan pengertian keagamaan melalui pengajaran ilmu agama Islam. 3) Mengembangkan sikap beragama melalui praktek-praktek ibadah.4) Mewujudkan ukhuwah islamiyah dalam Pondok Pesantren dan sekitarnya. 5) Memberikan pendidikan keterampilan, civic dan kesehatan, olah raga kepada anak didik. 6) Mengusahakan terwujudnya segala fasilitas dalam PondokPesantren.

Sistem Pendidikan Terpadu

Memahami dan membahas tentang pendidikan Islam, apabila hanya berkutat pada persoalan fundasional filosofis akan menjadi sangat idealis. Sebab, kegiatan pendidikan sangat peduli terhadap persoalan-persoalan operasional.Sebenarnya, manusia hidup di dunia ini diperintah oleh Allah untuk mencari bekal hidup.Dan bekal hidup yang sesungguhnya adalah ilmu. Maka, Imam Syafi’i pernah berkata dalam sebuah kitab karangan beliau;

مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ, وَمَنْ أَرَادَ الأَخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ, وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ

Barangsiapa yang menghendaki dunia, makahendaknya dia berilmu. Dan barangsiapa yang menghendaki akherat, maka hendaknya dia berilmu. Dan barangsiapa yang menghendaki dunia akherat, maka hendaknya dia berilmu.

Dari perkataan Imam Syai’i di atas sudah memberi kejelasan terhadap kita sebagai muslim. Bahwa hidup ini tiada artinya kalau kita tidak memiliki ilmu, baik itu ilmu dunia maupun ilmu akhirat.Oleh sebab itu, untuk bisa memadukan antara ilmu dunia dan akhirat. Maka, munculah gagasan Pendidikan Islam Terpadu, sebuah model pendidikan yang didesain dengan segala keterpaduan dari berbagai sisi dan aspek pendidikan yang meliputi visi, misi, kurikulum, pendidik, suasana pembelajaran dan lain sebagainya.

Yang dimaksud program terpadu adalah program yang memadukan antara pendidikan umum dan pendidikan agama, antara pengembangan potensi intelektual (fikriyah), emosional (ruhiyah) dan fisik (jasadiyah), dan antara sekolah, orang tua dan masyarakat sebagai pihak yang memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap dunia pendidikan. Keterpaduan program pendidikan umum dan keagamaan dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif.Secara kuantitatif artinya program pendidikan umum dan program pendidikan keagamaan diberikan secara seimbang.Sedang secara kualitatif berarti pendidikan umum diperkaya dengan nilai-nilai agama dan pendidikan agama diperkaya dengan muatan-muatan yang ada dalam pendidikan umum.Nilai-nilai agama harusnya diberikan porsi lebih besar agar bisa memberikan makna dan semangat terhadap program pendidikan umum.

Biasanya sekolah dengan sistem terpadu ini, banyak diselenggarakan di pondok pesantren modern. Sistem pendidikan terpadu memiliki peran yang strategis dalam membentuk, membangun, membina dan mengarahkan anak didik menjadi manusia yang seutuhnya, manusia yang berkarakter dan berkepribadian yang positif, memahami diri sendiri, terampil dan mampu berkerja sama dengan orang lain. Dan yang paling penting adalah generasi muda seperti santri-santri yang belajar tersebut merupakan aset bangsa. Mereka menjadi aset bangsa yang nantinya pasti akan berperan membangun negeri ini dengan penuh amanah. Sebab, mereka telah dibekali ilmu agama yang mumpuni.

Penutup

Dari uraian ringkas ini, dapat diambil kesimpulan, pandangan masyarakat selama ini yang menilai bahwa belajar di pesantren itu terkesan kumuh, terlalu tradisonal, terkesan kurang maju serta hidup di bangunan reot itu terasa pudar. Sebab, pesantren sekarang, terutama pesantren-pesantren modern sudah mampu menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung untuk belajar. Hal ini bertujuan agar output (alumni) yang dihasilkan dari pesantren modern, dapat mengaplikasikan keilmuannya yang didapat selama di pesantren,serta tepat sasaran.

Pesantren modern tidak hanya mengajarkan tentang ilmu akhirat saja.Akan tetapi, juga mengajarkan ilmu umum.keduanya disinergikan menadi sebuah sistem perpaduan. hasilnya, dirasa sangat tepat untuk dikembangkan. Sebab, ilmu agama ini lah yang sebenarnya akan memberi warna pola pikir seorang intelektual muslim. Ilmu yang berbasis dan berwawasan umum tanpa dilandasi dengan ilmu agama itu bagaikan laut yang luas tanpa air. Jadi tidak ada manfaatnya. Sedangkan jikalau menitikeratkan hanya mempelajari ilmu dunia saja, terbatas pada dunia saja yang akan didapatkan. konskuensinya, akan sengsara di akhirat.

Pendidikan yang diintegrasikan antara pengetahuan agama dan umum, secara prinsip telah diterapkan dalam sistem pendidikan pondok modern. Pendidikan ini telah tercakup dalam sistem formal kurikulum maupun proses pembelajaran sehari-hari. Dengan sistem yang ada ini, pondok pesantren modern dapat megembangkannya lebih lanjut lagi agar lebih banyak mencetak kader pemimpin ummat yang berakhlaqul kariamah di dunia ini. Amin

Kamis, 15 Januari 2015

Sistem Pendidikan Pesantren

SISTEM PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN

A. Pendahuluan
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia dan telah berkembang dengan baik. Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang berperan sebagai lembaga sosial telah banyak memberikan warna yang khas dalam wajah masyarakat pedesaan sebagai lingkungan pesantren.
Potret Pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar ilmu-ilmu keagamaan di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan Kiai. Asrama untuk para siswa tersebut berada dalam komplek pesantren dimana Kiai bertempat tinggal. Disamping itu juga ada fasilitas ibadah berupa masjid. Mastuhu mendefinisikan bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman prilaku sehari-hari. Keberadaan pondok pesantren ditengah-tengah masyarakat mempunyai peran dan fungsi sebagai tempat pengenalan dan pemahaman agama Islam sekaligus sebagai pusat penyebaran agama Islam. 
Kebanyakan pondok pesantren didirikan sebagai bentuk reaksi terhadap pola kehidupan tertentu yang dianggap rawan, dengan demikian berdirinya pondok peantren menjadi salah satu bagian tranformasi kultural yang berjalan dalam jangka waktu yang relatif panjang. Karena hakekat pesantren sebagai titik awal tranformasi , dengan sendirinya pesantren dipaksa oleh keadaan untuk memperolah alternatif terbaik bagi kehidupan. Pesantren sebagai pilihan ideal ini sangat sesuai dengan kultur agama Islam di nusantara ini. 
Walaupun pesantren diklaim sebagai lembaga pendidikan tradisional, bukan berarti pesantren tidak mengalami perubahan dan penyesuaian. Pesantren telah menjadi bagian dari sistem kehidupan sebagian besar umat Islam di indonesia, dan telah mengalami dinamika dan perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perjalanan hidup umat. Hal ini juga dikatakan oleh Snouck Hurgronje dengan pernyataannya : 
“ Islam tradisional di Jawa yang kelihatannya begitu statis dan begitu kuat terbelenggu oleh pemikiran-pemikiran ulama’ di abad pertengahan, sebenarnya juga telah mengalami perubahan-perubahan yang sangat fundamental, tetapi perubahan-perubahan tersebut demikian bertahap, rumit dan tertutup. Itulah sebabnya bagi para pengamat yang tidak kenal pola pikiran Islam, maka perubahan-perubahan tersebut tidak akan bisa dilihat, walaupun sebenarnya terjadi di depan matanya sendiri, kecuali bagi mereka yang mengamatinya secara seksama” 

Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam pesantren merupakan hasil dari dialog dengan zamannya, sehingga pesantren sebagai institusi pendidikan juga memiliki sistem sebagaimana lembaga-lembaga pendidikan yang lain.
Untuk mendapatkan gambaran tentang pendidikan di pondok pesantrem, maka makalah yang sederahana ini akan membahas tentang “Sistem Pendidikan Pondok Pesantren”.

B. Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren di Indonesia
Sejak awal masuknya Islam ke Indonesia, adanya pendidikan Islam merupakan kebutuhan bagi kaum muslimin. Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang berperan dalam mengembangkan dan melestartarikan ajaran Islam di Indonesia. Walaupun begitu, sedikit sekali yang dapat kita ketahui tentang perkembangan pesantren di masa lalu, terutama sebelum Indonesia dijajah Belanda, karena dokumentasi sejarah sangat kurang. 
Hanun Asrohah, menyimpulkan bahwa pesantren pertama kali mucul di Jawa sekitar abad ke-18 M. Dan beberapa pesantren pada masa awal pertumbuhannya memiliki status perdikan. Pada abad ke-19 M. Pesantren mengalami perkembangan pesat, yang didirikan oleh ulama’-ulama’ independen. 
Pada masa penjajahan, Belanda memperkenalkan sistem dan metode pendidikan baru. Namun, pemerintahan Belanda tidak melaksanakan kebijaksanaan yang mendorong sistem pendidikan yang sudah ada di Indonesia, yaitu sistem pendidikan Islam. Bahkan pemerintahan penjajah Belanda membuat kebijaksanaan dan peraturan yang membatasi dan merugikan pendidikan Islam. Ini bisa kita lihat dari kebijaksanaan berikut.
Pada tahun 1882 pemerintah Belanda mendirikan Priesterreden (Pengadilan Agama) yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan pesantren. Tidak begitu lama setelah itu, dikeluarkan Ordonansi tahun 1905 yang berisi peraturan bahwa guru-guru agama yang akan mengajar harus mendapatkan izin dari pemerintah setempat. Peraturan yang lebih ketat lagi dibuat pada tahun 1925 yang membatasi siapa yang boleh memberikan pelajaran mengaji. Akhirnya, pada tahun 1932 peraturan dikeluarkan yang dapat memberantas dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak ada izinnya atau yang memberikan pelajaran yang tidak disukai oleh pemerintah. 
Peraturan-peraturan tersebut membuktikan kekurangadilan kebijaksanaan pemerintah penjajahan Belanda terhadap pendidikan Islam di Indonesia. Pendidikan pondok pesantren juga menghadapi tantangan pada masa kemerdekaan Indonesia. Setelah penyerahan kedaulatan pada tahun 1949, pemerintah Republik Indonesia mendorong pembangunan sekolah umum seluas-luasnya dan membuka secara luas jabatan-jabatan dalam administrasi modern bagi bangsa Indonesia yang terdidik dalam sekolah-sekolah umum tersebut. Dampak kebijaksanaan tersebut adalah bahwa kekuatan pesantren sebagai pusat pendidikan Islam di Indonesia menurun. Ini berarti bahwa jumlah anak-anak muda yang dahulu tertarik kepada pendidikan pesantren menurun dibandingkan dengan anak-anak muda yang ingin mengikuti pendidikan sekolah umum yang baru saja diperluas. Akibatnya, banyak sekali pesantren-pesantren kecil mati sebab santrinya kurang cukup banyak. 
Jika kita melihat peraturan-peraturan tersebut baik yang dikeluarkan pemerintah Belanda maupun yang dibuat pemerintah RI, memang masuk akal apabila disimpulkan bahwa perkembangan dan pertumbuhan pendidikan Islam, terutama pendidikan pesantren, cukup pelan karena ruang gerak yang terbatas. Akan tetapi, ternyata apa yang dapat disaksikan dalam sejarah adalah pertumbuhan pendidikan pesantren yang kuat dan pesatnya luar biasa, Seperti yang dikatakan Zuhairini “ternyata jiwa Islam tetap terpelihara dengan baik di Indonesia.” 
Berdasarkan laporan pemerintah kolonial Belanda, pada abad ke-19, jumlah pondok pesantren di Jawa lebih dari 1.853 buah, dengan jumlah santri lebih dari 16.500 orang.
Meskipun data-data yang dikemukakan diatas hanya untuk Jawa, data-data tersebut merupakan sampel yang menunjukkan bagaimana pondok pesantren secara kuantitatif telah mengalami perubahan dan perkembangan yang sangat pesat di Indonesia. Data-data tersebut juga menunjukkan bahwa pesantren tetap eksis (survive) ditengah berkembangnya berbagai jenis pendidikan Islam formal dalam bentuk Madrasah, IAIN dan Sekolah Tinggi Agama Islam.
Eksistensi pesantren terjadi karena pesantren mampu menyesuaiakan diri dengan kebutuhan masyarakat, dengan tanpa meninggalkan tradisi lama yang sudah mengakar di pesantren selama bertahun-tahun yang dianggap masih relevan dan baik, hal ini dapat dilihat dari sistem pendidikan pesantren.

C. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren
Sistem pendidikan pondok pesantren dapat diartikan serangkaian komponen pendidikan dan pengajaran yang saling berkaitan yang menunjang pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh pondok pesantren. 
Pondok pesantren tidak mempunyai rumusan yang baku tentang sistem pendidikan yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi semua pendidikan di pondok pesantren. Hal ini disebabkan karakteristik pondok pesantren sangat bersifat personal dan sangat tergantung pada Kiai pendiri. Pondok pesantren mempunyai tujuan keagamaan, sesuai dengan pribadi dari Kiai pendiri. Sedangkan metode mengajar dan kitab yang diajarkan kepada santri ditentukan sejauh mana kualitas ilmu pengetahuan Kiai dan dipraktekkan sehari-hari dalam kehidupan. Kebiasaan mendirikan pondok pesantren dipengaruhi oleh pengalaman pribadi Kiai semasa belajar di pondok pesantren. 
Amin Rais, mengemukakan bahwa dalam mekanisme kerjanya, sistem yang ditampilkan pondok pesantren mempunyai keunikan dibandingkan dengan sistem yang diterapkan dalam pendidikan pada umumnya, yaitu:
1. Memakai sistem tradisional yang mempunyai kebebasan penuh dibandingkan dengan sekolah modern, sehingga terjadi hubungan dua arah antara santri dan Kiai.
2. Kehidupan di pesantren menampakkan semangat demokrasi karena mereka praktis bekerja sama mengatasi problema nonkurikuler mereka.
3. Para santri tidak mengidap penyakit simbolis, yaitu perolehan gelar dan ijazah, karena sebagian besar pesantren tidak mengeluarkan ijazah, sedangkan santri dengan ketulusan hatinya untuk masuk pesantren tanpa adanya ijazah tersebut.
4. Sistem pondok pesantren mengutamakan kesederhanaan, idealisme, persaudaraan, persamaan, rasa percaya diri dan keberanian diri.
5. Alumni pondok pesantren tidak ingin menduduki jabatan pemerintahan, sehingga mereka hampir tidak dapat dikuasai oleh pemerintah. 
Apa yang dikemukakan oleh Amin Rais tersebut diatas tidak sepenuhnya benar, karena ada beberapa hal yang perlu dikritisi, seperti semangat demokrasi yang terjadi hanya sebatas antar sesama santri dan tidak antara santri dengan Kiai. Indikator dari hal ini dapat dilihat sebagai berikut: pengangkatan Kiai ditentukan atas faktor genetika yaitu keturunan Kiai akan menjadi Kiai pengganti leluhurnya, ironisnya terkadang tanpa memperhatikan kualitas dan kapasitas keilmuannya; sistem administrasi dan menejemen yang dikelola yayasan, mulai cara pengangkatan, penggajian dan pemberhentian guru ditentukan sepihak oleh Kiai. Independen alumni pondok pesantren mulai ada pergeseran, karena mulai banyak alumni pondok pesantren yang menduduki jabatan publik. Walaupun ada yang perlu dikritisi, tetapi apa yang dikemukakan Amin Rais menunjukkan karakteristik dari pondok pesantren yang berbeda dengan sistem pendidikan yang lain.
Walaupun ada perbedaan-perbedaan didalam mengelola pesantren, tetapi ada titik kesamaan dalam sistem pedidikan pesantren sebagai berikut:

1. Tujuan Pendidikan Pondok Pesantren 
Sebagian besar Kiai tidak mencantumkan tujuan pondok pesantren secara tertulis, kecuali diungkapkan dalam bentuk kalimat-kalimat yang berhubungan dengan nilai keagamaan pada saat pengajian kepada para santri. Tujuan-tujuan yang tidak secara tertulis dalam buku atau papan statistik, dimaksudkan sebagai upaya secara diam-diam untuk menghindari sikap ria’’ (memamerkan perbuatan baik).
Tujuan sistem pengajaran pondok pesantren lebih mengutamakan niat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat dari pada mengejar hal-hal yang bersifat material. Seseorang yang mengaji disarankan agar memantabkan niatnya dan mengikuti pengajian itu semata-mata untuk menghilangkan kebodohan pada diri manusia. 
Pemerintah melalui Depag RI, membuat standarisasi pendidikan agama di pondok pesantren. Dalam lokakarya intensifikasi pengembangan pondok pesantren pada tanggal 2-6 Mei 1978 tentang tujuan pondok pesantren adalah :
” untuk membina warga negara agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam dan menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua segi kehidupan sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat dan bangsa”. 
H.M.Arifin, merumuskan bahwa tujuan pendidikan pondok pesantren adalah sebagai berikut:
a. Tujuan Umum
Membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmu agamanya Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amal.

b. Tujuan husus
Mempersiapkan santri untuk menjadi manusia yang alim dalam ilmu agama imasyarakat. 
Kedua rumusan tujuan pondok pesantren tersebut diatas, pada dasarnya tidak berbeda jauh, ada tiga unsur utamanya didalamnya yaitu: membina santri agar berkepribadian muslim, menghayati ajaran agama dan agar berguna bagi agama, masyarakat dan bangsa. Dengan demikian tujuan pendidikan pondok pesantren mencerminkan keinginan luhur para ulama’ yaitu meningkatkan kualitas muslim dengan jalan tafaqquh fi al-din (menguasai ilmu agama) dan sekaligus menjadi manusia yang berkepribadian utuh (kaffah).
2. Kurikulum Pendidikan Pondok Pesantren
Pendidikan pondok pesantren tidak bisa disamakan dengan lembaga pendidikan formal seperti sekolah pada umumnya. Kurikulum pondok pesantren lebih banyak ditentukan oleh otoritas seorang Kiai yang memangkunya, sehingga sering ditemukan kesamaan kurikulum atau kitab-kitab yang dijadikan standar dalam pengajarannya, bahkan disebagian pondok pesantren ada yang tidak ditemukan kurikulumnya, walaupun praktek pengajarannya, bimbingan rohani dan latihan kecakapan dalam kehidupan sehari-hari merupakan kesatuan dalam proses pendidikannya. Adanya perbedaan kurikulum dikalangan pondok pesantren menunjukkan bahwa perhatian kalangan pondok pesantren terhadap kurikulum masih kurang. 
Kurikulum pondok pesantren, tidak seperti yang difahami dalam kurikulum pada lembaga pendidikan formal, yang mencakup seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, kompetensi dasar, materi standar, dan hasil belajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar dan tujuan pendidikan. Tetapi kurikulum pondok pesantren merupakan urutan kitab yang dipelajari oleh santri, dimana kurikulum pesantren tidak distandarisasi secara kolektif. Terkadang suatu kitab yang diajarkan untuk tingkat ibtidaiyh (dasar) di suatu pesantren, sedangkan pesantren lain mengajarkannya di tingkat thanawiyah (menengah). Namun demikian diantara pesantren mempunyai banyak kesamaan, antara lain dalam hal pengajaran ilmu-ilmu tertentu, seperti bidang akidah, fiqh, usul al-fiqih, tafsir/ ilmu al-tasir, hadith/ilmu al-Hadith, akhlaq, tasawwuf, tajwid, mantiq, nahwu, sharf dan balaghah. Kepada santri pemula, biasanya diajarkan pesantren mengenalkan pelajaran aqidah dan fiqih yang paling sederhana, seperti rukun iman, rukun Islam dan cara bersuci. Untuk menentukan urutan kitab yang pengajarannya didahulukan, pesantren mendasarkan pada kitab yang pembahasannya sederhana, seperti Safinah al-Najah dan Sullam al-Taufiq bagi santri pemula. Setelah itu baru dilanjutkan pada kitab yang pembahasannya lebih luas dan terurai. 
Depag RI, sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap pembinaan dan pengembangan pendidikan Islam, berupaya untuk menyusun standarisasi kurikulum pendidikan pesantren yang dikembangkan menjadi lima jenjang pendidikan. Secara global kitab-kitab yang ditentukan hampir sama dengan kitab-kitab yang beredar di pondok pesantren. Namun sebagai lembaga pendidikan yang independen, pondok pesantren tetap memakai kurikulum sesuai dengan keinginan Kiai pengasuhnya. 

3. Metode Pengajaran 
Pondok pesantren pada bentuk aslinya menggunakan sistem pendidikan non klasikal, dimana dalam penyampaian pelajaran menggunakan dua sistem pengajaran, yaitu sistem sorogan, yang sering disebut sistem individual, dan sistem bandongan atau wetonan yang sering disebut kolektif. Dengan cara sistem sorogan tersebut, setiap murid mendapat kesempatan untuk belajar secara langsung dari Kiai atau pembantu Kiai. Sistem ini biasanya diberikan dalam pengajian kepada murid-murid yang telah menguasai pembacaan al-Qurán dan kenyataan merupakan bagian yang paling sulit sebab sistem ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi dari murid. Murid seharusnya sudah paham tingkat sorogan ini sebelum dapat mengikuti pendidikan selanjutnya di pesantren . 
Metode utama sistem pengajaran di lingkungan pesantren ialah sistem bandongan atau wetonan. Dalam sistem ini, sekelompok murid mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, dan menerangkan buku-buku Islam dalam bahasa Arab. Kelompok kelas dari sistem bandongan ini disebut halaqah yang artinya sekelompok siswa yang belajar dibawah bimbingan seorang guru. 
Pada perkembangan selanjutnya sebagian pondok pesantren menyesuaikan diri dengan perkembangan lembaga pendidikan formal yang ada disekitarnya, yang menggunakan sistem klasikal, muncullah “Madrasah Diniyyah” yaitu madrasah yang hanya menyajikan materi pelajaran agama dengan sistem klasikal. 
Dengan demikian pondok pesantren pada saat ini sudah banyak menggunakan metode pengajaran sebagaimana sistem klasikal dengan tidak meninggalkan sistem lama yaitu sorogan dan wetonan.

3. Organisasi dan Manajemen Pondok Pesntren
Pada masa awal pondok pesantren organisasi dan manajemen pondok pesantren sangat sederhana, dimana kehidupan dalam pesantren hampir seluruhnya diatur oleh para santri sendiri. Kiai tidak tidak terlibat langsung dalam kehidupan para santri. Dia hanya mengajar membaca kitab, menjadi imam dan khatib salat jum’at, menghibur kalau ada sakit yang datang kepadanya sambil mencoba menasehati dan mengobati dengan do’a-do’a. peraturan sehari-hari di pesantren seluruhnya diurus para santri dan keterlibatan Kiai terbatas pada pengawasan yang diam. Sesudah mendapat persetujuan Kiai, para santri memilih seorang “Lurah Pondok” yang akan bertanggung jawab pada kehidupan bersama para santri. Bersama Kiai, lurah pondok menyusun peraturan untuk persoalan-persoalan praktis,yang pelaksanaannya diserahkan kepada lurah pondok. 
Pada perkembangan selanjutnya, pondok pesantren menggunakan prinsip-prinsip organisasi dan manajemen sebagaimana yang dipakai dalam lembaga pendidikan formal, walaupun dalam tingkat yang berbeda. Karena itulah Depag RI, menyusun buku panduan Administrasi Pesantren, untuk membantu pesantren dalam mengelola organisasi pesantren. 

D. Kesimpulan
a. Pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman prilaku sehari-hari. Keberadaan pondok pesantren ditengah-tengah masyarakat mempunyai peran dan fungsi sebagai tempat pengenalan dan pemahaman agama Islam sekaligus sebagai pusat penyebaran agama Islam.
b. Eksistensi pesantren terjadi karena pesantren mampu menyesuaiakan diri dengan kebutuhan masyarakat, dengan tanpa meninggalkan tradisi lama yang sudah mengakar di pesantren selama bertahun-tahun yang dianggap masih relevan dan baik.
c. Pondok pesantren tidak mempunyai rumusan yang baku tentang sistem pendidikan yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi semua pendidikan di pondok pesantren. Hal ini disebabkan karakteristik pondok pesantren sangat bersifat personal dan sangat tergantung pada Kiai pendiri.
d. Tujuan pendidikan pondok pesantren mencerminkan keinginan luhur para ulama’ yaitu meningkatkan kualitas muslim dengan jalan tafaqquh fi al-din (menguasai ilmu agama) dan sekaligus menjadi manusia yang berkepribadian utuh 
e. Kurikulum pondok pesantren merupakan urutan kitab yang dipelajari oleh santri, dimana kurikulum pesantren tidak distandarisasi secara kolektif.
f. Pondok pesantren pada bentuk aslinya menggunakan sistem pendidikan non klasikal, dimana dalam penyampaian pelajaran menggunakan dua sistem pengajaran, yaitu sistem sorogan, yang sering disebut sistem individual, dan sistem bandongan atau wetonan yang sering disebut kolektif.

Kamis, 08 Januari 2015

Rancangan Kurikulum Pondok Pesantren

RANCANGAN KURIKULUM SYUMULIYAH/TERPADU
PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN SALAFIYAH
BERSTANDAR NASIONAL
Oleh: Utawijaya Kusumah

PENDAHULUAN

Menurut Pasal 1 ayat (4) PP Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan sebutkan: “Pesantren atau pondok pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan Islam berbasis masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikan lainnya”.
Menurut terminologi Kementerian Agama, pengertian pesantren mencakup tiga hal, yaitu: (1) Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara non-klasikal (sistem Bandongan dan Sorogan) dimana seorang kyai mengajar santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama  besar sejak abad pertengahan, (Sistem Bandongan dan Sorongan) dimana seorang kyai mengajar santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang tertulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama besar sejak abad pertengahan, sedang para santri biasanya tinggal dalam  pondok/asrama dalam lingkungan pesantren tersebut; (2) Pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada dasarnya sama dengan pondok pesantren tersebut diatas tetapi para santrinya tidak disediakan pondokan di kompleks pesantren, namun tinggal tersebar di seluruh penjuru desa sekeliling pesantren tersebut (Santri kalong), dimana cara dan metode pendidikan dan pengajaran agama Islam diberikan dengan sistem wetonan, para santri berduyun-duyun pada waktu-waktu tertentu (umpama tiap hari jum’at, ahad, selasa atau tiap-tiap waktu shalat dan sebagainya); (3) Pondok pesantren dewasa ini adalah gabungan antara sistem pondok dan pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan sistem bandongan, sorogan atau wetonandengan disediakan pondokan untuk para santri yang berasal dari jauh dan juga menerima santri kalong, yang dalam istilah pendidiÿÿn modernrtemenuhi kriteria pendidikan non formal serta menyelenggarakan juga pendidikan formal berbentuk madrasah dan bahkan sekolah umum dalam berbagai bentuk tingkatan dan aneka kejuruan sesuai dengan kebutuhan masyarakat masing-masing. (Saridjo, 2002:9-10).
Memasuki ranah globalisasi dan modernisasi, peran pesantren semakin penting sebagai lembaga pendidikan yang mengembangkan tradisi spiritual kepada santrinya. Era modern adalah era teknologi; era modern adalah era mesin; era modern adalah efisiensi; serta era modern adalah era percepatan. Semua ini berujung pada birokrasi yang rigide dengan asas hubungan organik yang luar biasa. Pada era inilah, dunia semakin mengecil dan segalanya dilampaui dengan serba cepat. Tidak ada lagi jarak, tidak ada ruang dan tidak juga waktu. Apa yang telah dihasilkan oleh kemajuan teknologi seperti mesin, telpon, televisi, internet, dan komputer, benar-benar telah banyak mengubah cara pandang manusia terhadap dunia.
Pada era inilah, manusia kembali dirindukan oleh cinta kasih dan rasa sayang. Manusia rindu dengan siraman spiritualitas, masyarakat rindu dengan aspek-aspek religius untuk sekadar mendapatkan ketenangan batin dalam dunia yang telah porak-poranda ini. Jika masyarakat modern telah mengalami keterlemparan sisi-sisi kemanusiaannya dan mulai rindu dengan nilai-nilai spiritualitasnya.
Jalan yang bisa ditempuh untuk menjawab dan memilih kedua realitas tersebut adalah dengan mengambil posisi tengah. Nah, jika realitas tersebut kita coba bawa ke dalam dunia pesantren, seharusnya nilai-nilai pendidikan dalam pondok pesantren harus dilandasi semangat pembangunan dan juga dengan dilandasi penyadaran nilai-nilai spiritualitas. Keseimbangan antara keduanya berada posisi yang ditengah-tengah (tawazun), merupakan langkah solutif yang maju yang harus diambil peranannya oleh pesantren.
Dengan demikian maka makna ibadah tidak semata-mata dipahami sebatas ritual belaka, namun juga mencari kehidupan duniawi ke arah yang lebih manusiawi, sejahtera, adil dan merata. Berjuang di dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, membangun industri yang kukuh dan menegakkan pilar-pilar ekonomi rakyat, juga merupakan aktivitas menegakkan panji-panji spiritualitas dalam pembangunan. Dengan kata lain, hasil belajar di pondok pesantren tidak hanyatafaqquh fî al-dîn  semata, akan tetapi perlu dikembangkan menjadi tafaqquh fî al-dîn wa al-dunya adalah pilihan terbaik untuk dijadikan landasan filosofi semangat pembelajaran di pondok pesantren, sehingga pesantren akan memiliki daya saing yang tidak dapat disaingi oleh lembaga pendidikan lainnya. Sebab, daya saing utama pesantren yang patut diunggulkan adalah kelebihannya dalam pembelajaran spiritualitas.
Keunggulan inilah yang dimiliki oleh pondok pesantren, sehingga hingga hari ini pesantren masih tetap eksis. Eksistensi pesantren ditengah masyarakat tidak lepas dari kedudukan pesantren sebagai sub kultur. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Gus Dur (Dalam Rahardjo, 2004:iv), bahwa ada tiga elemen dasar yang mampu membentuk pesantren sebagai sebuah subkultur. Pertama, pola kepemimpinan pesantren yang mandiri tidak terkooptasi oleh negara. Kedua, kitab-kitab rujukan umum yang selalu digunakan dari berbagai abad. Ketiga, sistem nilai (value system) yang digunakan adalah bagian dari masyarakat luas.
Persoalan mendasar dan makro yang menjadi tanggung jawab pesantren adalah bagaimana mengubah dan mengembangkan tata pikir dan perilaku masyarakat sekitarnya sesuai dengan tantangan perubahan masyarakat.  Bagaimana mereka harus mengembangkan dirinya agar mampu mengemban tanggung jawab tersebut sebagai agen perubahan (agent of change) dan sekaligus sebagai agen pewarisan  budaya (agent of conservative).
Gagasan utama pendidikan kepesantrenan pada masa mendatang adalah terletak pada pandangan bahwa setiap manusia mempunyai nilai positif tentang kecerdasan, daya kreatif, dan keluhuran budi. Peran pendidikan pesantren ialah bagaimana nilai positif ini tumbuh menguat. Jika tidak tepat maka bisa tumbuh sifat negatifnya berupa perilaku kasar, tidak toleran, tidak peduli sesama, dan seterusnya. Oleh karena itu, output yang diharapkan dari hasil pendidikan pesantren adalah tumbuhnya pribadi pintar, kreatif, dan berbudi luhur. Orang yang cerdas selalu bisa menggunakan nalarnya secara benar dan obyektif. Orang kreatif mempunyai banyak pilihan dalam memenuhi kepentingan hidupnya. Orang arif dan luhur budi bisa menentukan opsi yang tepat dan menolak cara-cara yang kasar, dan kurang cerdas. Kecerdasan dan kearifan bersumber dari daya kritis dan kesadaran atas nilai dan sosial, sehingga tumbuh kepedulian pada sesama.
Atas dasar itu, kedudukan pendidikan pesantren adalah penting dalam rangka membangun kesadaran sistem belajar yang mampu menumbuhkan daya kritis dan kreatif, melahirkan pribadi yang cerdas yang mampu merentangkan jangkauan kesadarannya ke tingkat wilayah sosial dan kemanusiaan. Oleh karena itu, fokus pendidikan kepesantrenan bukanlah semata kemampuan ritual dan keyakinan tauhid semata, melainkan lebih dari itu juga etika sosial dan kemanusiaan. Pembelajaran di pesantren perlu dibebaskan dari sekedar mempelajari doktrin baik-buruk dan benar-salah yang mekanistik, tetapi penumbuhan pengalaman kebertuhanan dalam realitas kehidupan yang multikultural dalam timbangan hidup yang dinamis. Watak integratif seperti itulah yang hendak dicari dan diandaikan dari pengintegrasian sistem pendidikan di dalam pesantren.
Mastuki dan Adhim (2004:4) menyatakan bahwa visi pendidikan kepesantrenan di masa mendatang harus dibangun atas dasar orientasi pada: (1) Komitmen yang kuat dan mampu mendorong inisiatif bagi tumbuhnya kreasi cerdas pihak lain (stakeholders); (2) Melahirkan makna strategis bagi kehidupan anggota organis pesantren; (3) Menentukan standar mutu yang pesantren; (4) Mengintegrasikan pemikiran yang tengah terjadi dengan kondisi masa depan.
Pesantren  yang efektif di samping harus mempunyai rencana dan orientasi mondial juga memiliki strategi multidimensi untuk implementasi visinya. Bagi pesantren sendiri dengan fungsinya sebagai agen perubahan (agent of change) dan sekaligus sebagai agen pewarisan budaya (agent of conservative) akan lebih mudah mengiplementasikan visinya di tengah perubahan masyarakat. Apalagi kependidikan pesantren mempunyai filosofis tersendiri dalam menghadapi perubahan, yaitu: “al-muhafadzah ‘ala qadîm al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadîd al-ashlah”, mempertahankan tradisi lama yang masih relevan dan mengambil ide baru yang konstruktif dan prospektif. Filosofis ini masih relevan dijadikan pegangan bagi pesantren dalam menghadapi tantangan perubahan. Dalam hal ini kependidikan pesantren perlu mengintegrasikan antara tradisi lama dan wawasan modern menjadi satu mainstream yang kokoh, yang kesemuanya dilakukan melalui tahapan penanganan secara strategis. Inilah gagasan pentingnya Pondok Pesantren Terpadu atau Syumuliyah atau Integrated di masa mendatang.
Output  yang diharapkan dari pengembangan pendidikan Pondok Pesantren Salafiyah Syumuliyah/Terpadu adalah mendidik manusia yang memiliki kemampuan ilmu agama (tafaqquh fiddîn) dan juga ahli dalam bidangnya secara profesional (rijâl). Misi inilah yang diharapkan dapat memotivasi para santrinya untuk selalu berprestasi, baik dalam bidang ilmu agama maupun keahlian atau keterampilan, sehingga akan melahirkan tiga jenis ulama, yaitu: ulama mutafaqqih (ahli agama), ulama mutakallimin (ahli fikir), dan ulama mutaqowwimin (kemampuan berdiri sendiri). Untuk keperluan itulah, maka diperlukan sistem kurikulum yang terintegrasi (syumuliyah) antara kurikulum pembelajaran umum dan kurikulum pembelajaran kitab-kitab klasik.
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP) terutama Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Hingga saat ini belum ditetapkan Standar Nasonal Pendidikan untuk satuan Pendidikan Pondok Pesantren. Oleh sebab itu, kajian kebijakan kurikulum Pondok Pesantren dilakukan terhadap Standar Kompetensi Pondok Pesantren dan Menu Pembelajaran Generik 2004/KBK serta permasalahannya baik dokumen maupun implementasinya.
Kurikulum Pondok Pesantren di masa mendatang bersifat integratif, yaitu perpaduan kurikulum pelajaran umum yang sudah distandarkan dan dilaksanakan di pondok pesantren salafiyah berupa Paket A, Paket B dan Paket C dengan system mu’adalah seperti IPA, IPS, Matematika, PKn, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris, yang dipadukan dengan pembelajaran kitab klasik khas pondok pesantren (lebih kurang 47 kitab) dengan jenjang: I’dadiyah (persiapan),Ibtida’iyah (dasar), Tsanawiyah (menengah pertama), dan ‘Aliyah (menengah atas).
Melalui kurikulum yang terintegrasi antara kurikulum mata pelajaran umum dan mata pelajaran kitab di Pondok Pesantren Salafiyah, diharapkan dapat membangun citra Pondok Pesantren di masa mendatang, dan sekaligus syahadah/ijazah Pondok Pesantren Salafiyah dapat diakui ke dalam Administrasi Negara, sehingga kalau ada kyai yang mau menjadi anggota DPR atau Kepala Desa atau PNS, dapat diterima cukup dengan menggunakan syahadah pesantren. Bahkan alumni pondok pesantren dapat melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Semoga…..Amiiin.
sumberhttp://utawijaya.wordpress.com/2011/12/02/rancangan-kurikulum-syumuliyah-di-pesantren/

DUKUNG PENDIRIAN MARKAS YGNI BANYUMAS-PROGRESS REPORT: DANA TERKUMPUL 25,6 JUTA DARI 350 JUTA-SELURUH DANA DARI BP_MAKMUR

Logo Baru YGNI Banyumas

Logo Baru YGNI Banyumas
Perubahan Logo Baru YGNI Banyumas